Page 303 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 303
PERLUKAH ASAS PEMISAHAN HORISONTAL
DALAM PEMANFAATAN RUANG BAWAH TANAH?
Novina Sri Indiraharti
Fakultas Hukum Universitas Trisakti
Email: novi.indira@gmail.com
Abstrak
Pemanfaatan ruang bawah tanah intinya adalah memanfaatkan ruang di dalam badan bumi.
Membangun dengan memanfaatkan ruang bawah tanah dilakukan karena faktor keterbatasan
tanah sebagai alasan utama. Pemanfaatan ruang bawah telah diakui dalam beberapa ketentuan
peraturan perundang-undangan, antara lain UUPA, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Juga di dalam peraturan perundang-undangan lainnya,
seperti di bidang transportasi, bangunan, ketenagalistrikan, pertambangan, dan telekomunikasi.
Dalam pemanfaatan tanah tidak terlepas dari asas pemisahan horizontal yang melandasinya.
Asas yang berasal dari hukum tanah adat ini telah diadopsi ke dalam hukum tanah nasional kita.
Berdasarkan asas pemisahan horizontal, benda-benda yang berada di atas tanah menurut hukum
bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Dengan perkembangan teknologi dan
keterbatasan tanah maka ruang bawah tanah menjadi kebutuhan di masa mendatang. Pasal 4
ayat (2) UUPA mengatakan bahwa penggunaan tanah termasuk tubuh bumi dapat digunakan
sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah.
Apakah asas pemisahan horizontal ini diperlukan dalam pemanfaatan ruang bawah tanah,
merupakan hal yang kiranya perlu dilakukan pembahasannya.
Kata kunci: Hukum Agraria, Asas Pemisahan Horizontal
A. Pendahuluan
Tingginya tingkat urbanisasi merupakan salah satu tantangan utama dalam pem-
bangunan perkotaan saat ini. Peningkatan arus urbanisasi tersebut tidak diimbangi oleh
jumlah luas tanah. Menjadi permasalahan pula bahwa sampai saat ini tidak ada perencanaan
desain terhadap tata ruang perkotaan. Pembangunan perkotaan hanya didesain untuk
memenuhi berbagai fasilitas perkotaan, sehingga tidak memprediksi pertambahan jumlah
penduduk yang semakin cepat. Hal ini mengakibatkan kota tidak tertata sebagai sebuah kota.
Kondisi kota menjadi semakin rumit. Dapat dikatakan ciri khas kota di Indonesia saat ini,
1
adalah :
1. Tidak pernah memberi ruang bagi mobilitas yang nyaman di kota. Pembangunan kota
tidak mewujudkan fasilitas mobilitas bagi masyarakat.
2. Adanya eksklusif penggunaan lahan, padahal hak atas tanah tidak bersifat eksklusif.
Untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan urbanisasi dan keterbatasan lahan,
Pemerintah Indonesia mencoba mencari ide-ide baru. Salah satunya adalah dengan me-
manfaatkan ruang bawah tanah. Sebagaimana ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor
1 Periksa Ferry Mursyidan Baldan, Kuliah Umum “Kebijakan Agraria dan Tata Ruang dalam Mendu-
kung Keberlanjutan Pembangunan Perkotaan”, disampaikan dalam acara Dies Natalis Universitas Trisakti
ke-50, (Jakarta: Universitas Trisakti, 22 Oktober 2015).
295