Page 307 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 307

Novina Sri Indiraharti: Perlukah Asas Pemisahan Horisontal dalam ...     299


                  Berbeda  dengan  Hukum  Tanah  kita  yang  menggunakan  asas  hukum  adat  (asas
             pemisahan  horizontal).  Bangunan  dan  tanaman  bukan  merupakan  bagian  dari  tanah.  Di
             dalam hukum adat penilaian dan penghargaan pada tanah adalah sedemikian rupa sehingga
             tanah  menjadi  jenis  benda  yang  sangat  istimewa  dan  mendapat  perlakuan  khusus  dalam
                                     5
             pengaturan hukumnya.  Maka hak atas tanah tidak sendirinya meliputi pemilikan bangunan
             dan tanaman yang ada di atasnya. Perbuatan hukum mengenai tanah tidak dengan sendirinya
             meliputi  bangunan  dan  tanaman  milik  yang  empunya  tanah  yang  ada  di  atasnya.  Jika

             perbuatan hukumnya dimaksudkan meliputi juga bangunan dan tanamannya, maka hal itu
             secara  tegas  harus  dinyatakan  dalam  akta  yang  membuktikan  dilakukannya  perbuatan
                                         6
             hukum yang bersangkutan.
                  Sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 ditafsirkan bahwa seolah-olah orang

             memakai tanah tidak ada batasnya, termasuk memiliki ruang bawah tanah. Jadi secara tidak
             langsung, sepertinya UUPA menganut asas pelekatan. Padahal sebetulnya yang benar adalah
             UUPA tetap bersumber pada hukum adat. Oleh karena itu yang dipakai adalah asas pemi-
             sahan horizontal, sehingga bangunan tidak perlu dirumuskan dengan kata-kata bahwa “objek

             pengadaan tanah meliputi ruang atas tanah dan di bawah tanah”.
                  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menunjukkan adanya liberalisasi yang memberi-
             kan kebebasan  kepada setiap orang yang tidak saja untuk menguasai dan memiliki tanah,

             tetapi juga ruang di bawah tanah, meskipun dalam batas-batas tertentu yang dimungkinkan
             dalam  peraturan  perundang-undangan.  Nurhasan  Ismail  mengemukakan  bahwa  perkem-
             bangan penggunaan asas liberalisasi dalam pembentukan hukum pertanahan dapat dicer-
             mati dari adanya fakta kebebasan penguasaan tanah secara konsentratif kepada kelompok

             masyarakat yang memenuhi persyaratan prosedur dan pembiayaan yang ditetapkan. Keten-
             tuan ini membolehkan setiap orang menguasai dan memiliki tanah meskipun melebihi batas
             maksimum pemilikan tanah. Pembolehan ini dilakukan dengan menggunakan celah kele-
                                                                               7
             mahan atau redefinisi konsep dari ketentuan-ketentuan yang ada.
                  Belum adanya perlindungan hukum dalam pemanfaatan ruang bawah tanah, diakibatkan
             karena adanya disharmoni antara konsep tanah dalam Pasal 4 UUPA dan Pasal 33 ayat (3)
             UUD 1945. Konsep tanah dalam Pasal 4 UUPA hanya terbatas pada permukaan bumi, yaitu

             tanah. Konsep tanah dalam Pasal ini terlalu sempit, dan tidak berjalan beriringan dengan
             landasan filosofi yang dirumuskan di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Padahal  Pasal 28D





                  5  Periksa Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat
             pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal  (Suatu Konsep dalam Menyongsong
             Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan), Cet. Kedua, (Jakarta: Nuansa Madani, 2011), hlm. 60.
                  6  Periksa Boedi Harsono, Op.Cit., hlm. 20.
                  7   Periksa  Nurhasan  Ismail,  Perkembangan  Hukum  Pertanahan,  Pendekatan  Ekonomi-Politik
             (Perubahan Pilihan Kepentingan, Nilai Sosial, dan Kelompok Diuntungkan), Cet.1, (Jakarta: Perkumpulan
             untuk  Pembaharuan  Hukum  Berbasis  Masyarakat  dan  Ekologis  (HuMa)  bekerjasama  dengan  Magister
             Hukum Universitas Gadjah Mada, 2007), hlm.127-128.
   302   303   304   305   306   307   308   309   310   311   312