Page 304 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 304
296 Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pemanfaatan ruang antara lain dapat dilaksanakan
dengan ruang di dalam bumi atau ruang bawah tanah.
Persoalan yang muncul dalam kegiatan pengadaan ruang di dalam tanah adalah
adanya “pemilikan” atas ruang bawah tanah. Asas pemisahan horizontal seolah-olah tidak
lagi dikedepankan dalam pemanfataan ruang tersebut. Hal ini sebagai akibat belum adanya
pengaturan yang tegas dalam bentuk Undang-Undang mengenai sedalam berapa bawah
tanah itu boleh digunakan, dengan perhitungan teknis kemampuan tubuh buminya sendiri,
dan kemampuan pemegang haknya. Belum adanya pengaturan pemanfaatan ruang bawah
tanah dalam satu undang-undang maka setiap pembangunan menjadi tidak berjalan
2
maksimal.
Penulisan ini bertujuan untuk memaparkan apakah asas pemisahan horizontal diperlu-
kan dalam pemanfaatan ruang bawah tanah, mengingat arah pembangunan Jangka Panjang
Tahun 2005-2025 menetapkan bahwa dalam pertumbuhan kota–kota metropolitan dan
besar, terutama di Pulau Jawa, antara lain akan dikendalikan melalui penerapan manajemen
perkotaan (urban-sprawl management) yang meliputi optimasi dan pengendalian peman-
faatan ruang, yang tentunya meliputi pula pemanfaatan ruang bawah tanah.
B. Hasil Pembahasan
Asas pemisahan horizontal menetapkan ada pemisahan antara tanah dengan benda-
benda atau bangunan yang berada di atas tanah, sehingga tidak dengan sendirinya juga
meliputi pemilikan benda-benda atau bangunan yang berada di atas tanah tersebut. Jadi,
siapa yang mendirikan bangunan tersebut, dialah yang menjadi pemilik bangunannya tanpa
mempersoalkan siapakah pemilik tanah tempat berdirinya bangunan dimaksud.
Dalam UUPA, asas ini tidak dinyatakan secara tegas pengaturannya. Namun pada bebe-
rapa pasalnya dapat diketahui bahwa asas pemisahan horisontal berlaku terhadap pemilikan
2 Sebagai contoh dalam pernyataan ini adalah pembangunan ruang bawah tanah di DKI Jakarta yang
dituangkan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 167 Tahun 2012 tentang Ruang Bawah Tanah,
yang memungkinkan pembangunan-pembangunan di bawah tubuh bumi. Di dalam Pasal 1 angka 7
Peraturan Gubernur Nomor 167 Tahun 2012 dinyatakan bahwa ruang bawah tanah/ruang dalam bumi
adalah ruang di bawah permukaan tanah yang menjadi tempat manusia beraktivitas. Ruang bawah tanah
yang dimaksud terdiri atas ruang bawah tanah dangkal dan ruang bawah tanah dalam. Ruang bawah tanah
dangkal, merupakan ruang di bawah permukaan tanah sampai dengan kedalaman sepuluh meter.
Sedangkan ruang bawah tanah dalam, merupakan ruang di bawah permukaan tanah dari kedalaman di atas
sepuluh meter sampai dengan batas kemampuan penguasaan teknologi dalam pemanfaatan ruang bawah
tanah atau batasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 4).
Selanjutnya di dalam Pasal 5 Peraturan Gubernur DKI Jakarta tersebut diatur mengenai kegiatan
yang diperbolehkan pada ruang bawah tanah. Kegiatan yang diperbolehkan pada ruang bawah tanah
dangkal yaitu akses stasiun Mass Rapid Transit (MRT), sistem jaringan prasarana jalan, sistem jaringan
utilitas, kawasan perkantoran, fasilitas parkir, perdagangan dan jasa, pendukung kegiatan gedung di
atasnya dan pondasi bangunan gedung di atasnya. Sedangkan kegiatan yang diperbolehkan pada ruang
bawah tanah dalam yaitu sistem angkutan massal berbasis rel (MRT), sistem jaringan prasarana jalan,
sistem jaringan utilitas dan pondasi bangunan gedung di atasnya.