Page 310 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 310
302 Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya
Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001, Pembaruan Agraria diartikan sebagai proses yang
berkesinambungan yang berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya
kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat
Indonesia. Secara operasional, pembaruan agraria dilaksanakan melalui dua langkah seka-
ligus, yakni penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdasarkan Pancasila,
UUD 1945, dan UUPA; serta proses penyelenggaraan landreform plus, yakni penataan asset
tanah (asset reform) bagi masyarakat dan penataan akses masyarakat (access reform) terha-
dap sumber-sumber ekonomi dan politik yang memungkinkan masyarakat untuk meman-
12
faatkan tanah secara baik.
Dengan mengingat Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 maka dikeluarkan Kepu-
tusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijaksanaan Nasional di
Bidang Pertanahan, yang menugaskan BPN untuk melakukan langkah-langkah percepatan
penyusunan RUU penyempurnaan UUPA, dan RUU tentang hak atas tanah serta perundang-
undangan lainnya di bidang pertanahan. Begitu pula yang ditetapkan dalam Arah Pem-
bangunan Jangka Panjang Pembangunan Daerah 2005-2025, bahwa dalam rangka penataan
pertanahan perlu dilakukan penyempurnaan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pe-
manfaatan tanah melalui perumusan berbagai aturan pelaksanaan land reform.
Berkaitan dengan pembaruan agraria dalam pemanfaatan ruang bawah tanah, perlu
dibangun suatu model perlindungan yang berkepastian hukum. Model yang dimaksud
adalah dengan cara dibentuknya undang-undang yang mengatur hak guna ruang bawah
tanah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h UUPA, yang tidak menge-
sampingkan asas pemisahan horisontal. Asas pemisahan horizontal dalam hak guna ruang
bawah tanah merupakan implementasi hukum adat di alam modern. Sepanjang tidak berten-
tangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa
maka hukum adat ini merupakan landasan bagi hukum agraria di Indonesia, baik fungsinya
sebagai sumber utama dalam pembentukan hukum tanah nasional maupun sebagai peleng-
kap dalam perkembangan hukum tanah nasional. Boedi Harsono menghendaki hukum adat
yang menjadi landasan hukum agraria adalah hukum adat yang telah disaneer, artinya hukum
13
adat yang telah dihilangkan segala cacat-cacatnya.
Sebagai implementasi dari pembaruan agraria melalui pembentukan undang-undang
yang mengatur hak guna ruang bawah tanah, tentunya dibutuhkan peranan politik hukum
sehingga menghasilkan undang-undang yang memberikan perlindungan dan kepastian
12 Periksa pendapat Hernando de Soto dalam Saeful Zafar, Analisis Strategi Pelaksanaan Program
Reforma Agraria Kegiatan Penyediaan Akses Reform di Kabupaten Pemalang, Tesis, tahun 2010, Institut
Pertanian Bogor (IPB), hlm. 5, dikutip dalam Muhammad Ilham Arisaputra, Reforma Agraria di Indonesia,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 7.
13 Periksa Boedi Harsono, Op.Cit., hlm. 180. Periksa pula Achmad Sodiki, Politik Hukum Agraria,
(Jakarta: Konstitusi Press, 2013), hlm. 99.