Page 104 - Asas-asas Keagrariaan: Merunut Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar Keilmuan Agraria dan Asas Hubungan Keagrariaan di Indonesia
P. 104

10.  R. Hermanses, S.H. (1964-1966): Menteri Urusan Agraria, Kabinet
                   Dwikora Sukarno.
             11.   R. Hermanses SH., (April-Desember 1966): Deputi Menteri
                   Kepala Departemen Agraria (Dirjen Agraria-Depdagri)

                   Dalam konteks organisasi, menurut Boedi Harsono, strukutur
             organisasi Kementerian Agraria pada tahun 1955-1965 disusun secara
             vertikal, begitu juga dengan Jawatan Pendaftaran tanah juga secara
             vertikal.  Penjelasan ini menarik karena kelembagaan agraria digagas
                     86
             secara vertikal sejak awal berdirinya, begitu juga pendaftaran tanah
             harus dikelola secara vertikal untuk menghindarkan penyelenggaraan
             pendaftaran secara berbeda-beda di tiap daerah. Tentu berbeda dengan
             kelembagaan agraria saat ini ketika muncul UU No. 32 tahun 2004
             jo No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang tidak secara
             absolut mengatur persoalan pertanahan menjadi bagian kewenangan
             pemerintah pusat.  Akibat konsekuensi dari UU tersebut, apalagi
                                87
             perubahan kelembagaan menjadi kementerian bisa berakibat
             dilimpahkannya kewenangan pertanahan ke daerah.
                   Peristiwa 30 September 1965 telah merubah banyak hal dalam
             penataan persoalan agraria. Setidaknya gagasan tentang beberapa

             hal terkait langsung dengan persoalan tanah yang belum dijalankan
             menjadi semakin sulit dilaksanakan. Dari semua gagasan besar UUPA,
             Landreform adalah salah satu yang terdampak langsung atas peristiwa
             tersebut, apalagi isu tentang komunis di balik program Landreform.
             Sementara dibidang kelembagaan juga mengalami perubahan yang
             cukup signifikan akibat perubahan sistem politik nasional. Persoalan




                   86 Boedi Harsono, “Memperkenalkan…Op.Cit., hlm. 46-47.
                   87 Pasal 10 UU 23/2014 hanya memasukkan 6 persoalan yang secara absolut menjadi
             kewenangan pemerintah pusat, yakni: Politik Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi,
             Monoter dan Fiskal Nasional, dan Agama. Sementara persoalan pertanahan tidak masuk
             dalam kewenangan pusat sehingga pembentukan Kementerian Agraria (2014) berkonsekuensi
             menyerahkan kewenangan pertanahan ke daerah, kecuali dengan tetap mempertahan
             kelembagaan seperti saat ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
             Kata badan (BPN) menjadi kunci pengelolaan tanah secara terpusat, karena sifat kelembagaan
             “Badan” masih memungkinkan dikelola secara vertikal.


                                   Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria  73
   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109