Page 245 - Asas-asas Keagrariaan: Merunut Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar Keilmuan Agraria dan Asas Hubungan Keagrariaan di Indonesia
P. 245

saling kooperatif satu sama lain, dan dalam posisi ini keberadaan BPN
            cenderung dilihat secara inferior – ini sangat dimungkinkan karena
            posisi BPN yang tidak berada pada level kementerian. Justru sebaliknya,
            tiap-tiap lembaga tersebut saling bersaing agar dapat memenuhi
            capaian yang telah ditargetkan oleh pemerintahan Soeharto. Terlebih
            setelah lahirnya ketiga undang-undang sektoral di atas, masing-masing
            lembaga semakin gencar melakukan berbagai kegiatan yang sama sekali
            tidak melihat adanya UUPA 1960. Dalam kondisi inilah, kelembagaan
            agraria di Indonesia mulai tersektoralisasi. Dimana masing-masing
            lembaga merasa memiliki legitimasi hukum yang dapat digunakan
            sebagai tameng untuk menguasai tanah negara, atau pun untuk
            mengeksploitasi sumber daya alam yang mencakup hutan, tanah dan

            tambang. Kondisi ini yang kemudian, membuat keberadaan UUPA
            1960 hanya dipandang sebagai regulasi yang memayungi BPN semata.
            Bahkan, menurut Gunawan Wiradi pada zaman Orde Baru UUPA 1960
            pernah di-“peties”-kan. Artinya, secara resmi belum dicabut, tetapi
            isinya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. 41
                 Dengan demikian, dari penjelasan di atas sekiranya dapat
            dikatakan bahwa salah satu akar sektoralisasi kelembagaan agraria
            di Indonesi tidak dapat dilepaskan dengan agenda pembangunan
            ekonomi dan politik rezim Orde Baru. Dimana agenda pembangunan
            yang lebih menggantungkan diri pada bantuan asing. Bahkan,
            berbekal dari ketiga UU bersifat sektoralisasi tersebut pula, rezim
            Orde Baru telah mensakralkan apa yang disebut sebagai idiologi
            “pembangunanisme”.  Atau dapat dikatakan bahwa rezim Orde Baru
                                 42
            telah mengubah orientasi pembaruan agraria di Indonesia dengan
            model “pembangunanisme”. Pembangunanisme itu sendiri dalam

            prinsipnya adalah pembangunan ekonomi yang tinggi karena didorong
            oleh masuknya modal ke dalam suatu negara dan stabilitas politik
            dan keamanan demi terjaminnya pertumbuhan ekonomi tersebut.
                                                                              43
            Sebagian besar proses-proses kemasyarakatan yang menjurus ke

                 41 Gunawan Wiradi. 2009. Op.cit., Hlm. 52.
                 42 Gunawan Wiradi. Ibid. Hlm 60.
                 43 Sediono, M.P Tjondronegoro. Op.cit., Hal 5.


            214     Kelembagaan
   240   241   242   243   244   245   246   247   248   249   250