Page 160 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 160
Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia 151
sesuai, akibatnya pihak yang akan membangun mencari lokasi lain di luar peruntukan yang
sesuai; f. Rencana Tata Ruang belum tersedia lengkap, sarana yang berfungsi sebagai alat
pengendalian penggunaan tanah belum tersedia. Pada perkembangannya saat ini baru sedikit
yang sudah tersedia rencana rinci, khusunya untuk kawasan strategis dan bagian wilayah
perkotaan. Hal ini dikarenakan masalah waktu dan kebutuhan biaya yang besar untuk
menyusun rencana rinci tersebut.
Penatagunaan Tanah lebih banyak diartikan sebagai penataan penggunaan tanah.
Penggunaan Tanah merupakan kenyataan yang ada dari suatu wilayah yang menunjukkan
bagaimana tingkat perkembangan suatu wilayah, pemerataan dan keberlanjutannya. Prinsip-
prinsip mengenai rencana penggunaan tanah atau penatagunaan tanah dikemukakan oleh I
Made Sandy (1977) dalam Waskito dan Hadi Arnowo (2017, 222-223) yang antara lain adalah
bahwa pokok-pokok kebijakan penatagunaan tanah sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 PP
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, adalah bahwa: pertama, Penggunaan dan
pemanfaatan tanah harus sesuai dengan RTRW; kedua, kesesuaian penggunaan dan
pemanfaatan tanah terhadap RTRW ditentukan berdasarkan pedoman, standar dan kriteria
teknis yang ditetapkan oleh pemerintah; ketiga, pedoman, standar dan kriteria teknis
dijabarkan lebih lanjut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi wilayah
masing-masing; keempat, penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan RTRW tidak dapat
diperluas atau dikembangkan penggunaannya; kelima, pemanfaatan tanah yang tidak sesuai
dengan RTRW tidak dapat ditingkatkan pemanfaatannya; keenam, pemegang hak atas tanah
wajib memelihara tanah dan mencegah kerusakannya.
Menurut Sofi Puspasari dan Sutaryono (2017, 103) disebutkan bahwa lembaga agraria-
pertanahan dan tata ruang yang belum mencerminkan integrasi seutuhnya adalah perbedaan
kewenangan pemerintah. Fungsi kewenangan pemerintah antara bidang agraria-pertanahan
dan tata ruang menjadi pembeda mendasar dalam penggabungan kedua lembaga, sehingga
keduanya sulit untuk disatukan. Penataan ruang merupakan urusan pemerintah yang telah
didesentralisasi kepada pemerintah daerah, sedangkan urusan di bidang pertanahan masih
merupakan kewenangan pemerintah pusat dalam bentuk lembaga vertikal. Perbedaan fungsi
kewenangan tersebut berpengaruh besar terhadap struktur organisasi yang terbentuk sehingga
integrasi tidak bisa berjalan secara penuh. Hubungan Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional dengan Pemerintah Daerah dalam fungsi penataan ruang
terbatas dalam rangka pembinaan saja.
Menurut ketentuan yang berlaku saat ini, untuk me-review RTRW perlu validasi dari BIG
menyangkut peta-petanya, dan validasi dari Kementerian ATR/BPN untuk substansinya. Oleh
karena itu, untuk me-review RTRW membutuhkan waktu yang lama. Dalam penanganan
RTRW, Dispertaru dibantu oleh Tim yang disebut Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah
(TKPRD), yang Tim tersebut diketuai oleh Sekda, Sekretarisnya Ketua Bappeda, Sekretariatnya
ada di Dispentaru, dan Anggotanya Para Kepala Dinas/Instani/Kantor yang terkait dengan
Penataan Ruang. Selama ini penanganan Tata Ruang melibatkan semua sektor terkait, tetpi
pelaksananya adalah pihak ketiga. Penerapan Rencana Tata Ruang di lapangan ini tidak