Page 511 - Berangkat Dari Agraria
P. 511
488 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
Dalam catatan KPK, potret fakta dalam kurun waktu empat tahun
terakhir telah terjadi 31.228 kasus pertanahan dengan rincian 37%
sengketa, 2,7% konflik, dan 60% perkara, dan ditemukan sebanyak
244 kasus mafia tanah. Fakta ini didapati setelah KPK melakukan
analisis data terhadap 299 berkas layanan HGU tahun 2021 dari
Sistem Komputerisasi Kantor Pertanahan mulai dari pemberian,
perpanjangan, dan pembaharuan di 25 provinsi. Pada saat yang
sama, KPK juga melakukan pengujian standar layanan Service
Level Agreement (SLA). Berdasarkan hasil kajian tersebut, KPK
memberikan rekomendasi perbaikan pada sektor HGU. Pertama,
penguatan pengawasan HGU dengan perbaikan sistem pengawasan
mulai dari penerbitan hingga pemanfaatan, penyusunan mekanisme
pengawasan berbasis teknologi dan pengawasan berbasis risiko.
Kedua, dibutuhkan aturan atau SOP HGU. Yakni perlunya indikator
kinerja Kantah memasukkan tingkat persentase pengguna
layanan langsung dan ketepatan SLA, penyusunan pedoman
penilaian pemeriksaan/penelitian berkas permohonan HGU untuk
mengurangi diskresi verifikator, dan penyusunan aturan penetapan
biaya TAK pengukuran. Ketiga, mendukung pelaksanaan Perpres
Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (one map policy) dalam
rangka mengatasi tumpang tindih HGU dan kawasan hutan.
Selain masalah agraria, KPK juga menemukan sengkarut masalah di
pedesaan khususnya dalam pengelolaan Dana Desa. Pada tahun 2023,
alokasi Dana Desa secara nasional mengalami peningkatan menjadi
Rp70 triliun dari sebelumnya—pada tahun 2022 sebesar Rp68
triliun. Catatan KPK, dari 601 kasus, sebanyak 686 kepala beserta
aparat desa telah terjerat tindak pidana korupsi pengelolaan dana
desa. Atas dasar itulah, KPK membuat program Desa Antikorupsi.
Pada akhirnya, buku ini merupakan penegas bahwa konflik di
sektor agraria dan juga desa harus segera diselesaikan oleh seluruh
pihak. Kepastian atas hak dan hukum bagi seluruh pihak adalah
hal fundamental yang harus dipenuhi. KPK berharap buku ini
menghadirkan perspektif lain dari berbagai pandangan relasi tanah,
warga, dan negara yang dapat dijadikan rujukan penataan agrarian
bagi akademisi maupun pemegang kebijakan agraria ke depan