Page 181 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 181
Mochammad Tauchid
“beran” dan “tanah pusaka’ yang tidak temasuk dalam
peraturann pembukaan tanah (Ontginnings-ordonnantie),
yaitu tanah-tanah yang sudah dibuka pada waktu ordonansi
belum ada. Kedudukan hukumnya tidak jelas. Terkadang
ahli warisnya yang membuka pertama digugat oleh pen-
duduk lainnya supaya tanahnya dijadikan tanah komunal.
Karena tidak ada tanda-tanda dan bukti-bukti yang resmi
(tidak ada pengakuan pembukuan tanah), maka sering ter-
jadi tanah-tanah semacam itu jadi tanah desa. Gugatan pen-
duduk tidak diselidiki dengan seksama bagaimana asal mula-
nya tanah itu, dan biasa hanya diputus menurut keterangan
orang-orang di situ saja. Karena hal semacam ini, di daerah
itu pernah terjadi banyak permintaan orang-orang yang
mempunyai tanah beran dan tanah pusaka untuk menda-
patkan hak agraris eigondem agar tanahnya mendapat
ketentuan hukum, dan tidak selalu ada kemungkinan digu-
gat dari orang untuk diminta dijadikan tanah desa.
Tanah yasan yang ditinggalkan oleh pemiliknya jatuh ke
tangan orang lainnya, atau dikembalikan ke desa. Jika tanah
tegalan dibuka sebelum ada Undang-Undang buka tanah
maka akan menjadi tanah komunal.
Luas kepemilikan tanah makin lama makin kecil, terutama
disebabkan banyaknya sawah komunal yang dijadikan peka-
rangan, oleh pamong desa dengan cara menggunakan nama
anggota-anggota keluarganya agar menjadikan tanah komu-
nal menjadi tanah hak yasan. Sesudah menjadi pekarangan
(yang dengan hak yasan) kemudian dijadikan lagi menjadi
hak yasan. Demikianlah akal orang-orang untuk memiliki
tanah dengan hak yasan dari tanah komunal. Di distrik Ka-
jen, sawah rawa menjadi milik perseorangan atau komunal
160