Page 101 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 101
menyebabkan rendahnya angka pertambahan penduduk Sulawesi Selatan
akibat besarnya jumlah penduduk yang berpindah ke daerah lain, baik
pada masa-masa kekacauan (1950 – 1965) maupun oleh tabiat penduduk
yang memiliki sifat suka merantua dan lain-lain.
Meskipun sama-sama dari Sulawesi Selatan, namun para migran
yang kemudian menetap di kawasan Delta Mahakam ternyata memiliki
latar belakang etnik dan daerah asal yang beragam. Mereka menggunakan
ikatan emosional etnik (sebagai sesama orang Bugis) dengan para migran
Bugis yang telah menetap jauh sebelumnya, sehingga mendapatkan
kemudahan dalam mengakses sumberdaya yang ada. Para Petinggi
Kampung (pemilik otoritas di aras lokal saat itu), dengan mudah
memberikan izin bagi para migran baru tersebut untuk memanfaatkan
kawasan hutan mangrove yang masih belum terjamah, dengan harapan
mampu “mendorong” peningkatan aktifitas perekonomian kawasan yang
masih sangat terisolir dan terbelakang. Namun demikian, tidak sedikit
dari mereka yang menetap di kawasan Delta Mahakam melakukannya
tanpa sepengetahuan otoritas setempat, karena alasan keamanan/mencari
aman. Menurut sejumlah informasi, saat itu perebutan sumberdaya
(konflik) masih belum banyak terjadi, mengingat luasnya hutan mangrove
yang masih bisa dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan kelapa dan
pertanian, serta masih melimpahnya stok sumberdaya perikanan di
kawasan tersebut.
Gelombang besar migrasi selanjutnya terjadi di awal tahun
1970-an hingga menjelang 1990, dilakukan tidak hanya oleh migran
etnik Bugis dan Makassar yang berasal dari Sulawesi saja, namun juga
melibatkan migran etnik Bugis dan Makassar yang telah menetap di
Samarinda dan kota-kota lain di sekitar Delta Mahakam (pantai timur
Kalimantan). Para migran tersebut berdatangan ke kawasan di sekitar
Delta Mahakam, seiring perkembangan kawasan ini akibat aktifitas
eksplorasi dan eksploitasi kegiatan migas, serta beroperasinya beberapa
industri perikanan ekspor. Perkembangan tersebut, ditunjang oleh
program pembangunan hingga kepelosok daerah yang dicanangkan
pemerintah Orde Baru, yang berusaha menyelesaikan berbagai hambatan
74 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang