Page 135 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 135

Ketika alat berat (excavator) belum digunakan dalam kegiatan
            pertambakan, pembukaan lahan dilakukan dengan menebang pohon
            bakau ataupun nipah menggunakan peralatan sederhana, seperti kapak,
            parang, cangkul dan kong. Kong adalah alat gali tanah tradisional yang
            terbuat dari plat besi selebar + 30 Cm, setinggi lengan orang dewasa,
            dengan ujung tajam di sisi bawah dan pada sisi atas tersedia lubang yang
            bisa dimasukkan kayu (biasanya jenis ulin) sebagai pegangan. Pembukaan
            lahan pada hutan mangrove dimulai dengan menebang pokok pohon,
            terutama di sepanjang tempat yang akan digunakan untuk tanggul
            tambak. Selanjutnya dilakukan proses pemusnahan dengan mematikan
            pohon yang berada dalam tiap petak tambak dengan  peneresan pangkal
            batang pohon hingga pohon tersebut mati. Selanjutnya konversi
            mulai dilakukan dengan penebangan batang pohon, pembakaran dan
            pembersihan/tebas ulang, serta pembakaran lagi hingga pencabutan
            akar-akar pohon yang masih tersisa. Sekat-sekat yang berfungsi sebagai
            pematang/tanggul kemudian dibangun sesuai dengan kebutuhan,
            sehingga berbentuk petak-petak persegi yang tidak beraturan. Umumnya
            pematang/tanggul dibiarkan tidak ditumbuhi tanaman, hanya pada kanal
            sungai yang memisahkan pematang/tanggul tambak dengan sungai,
            dibiarkan pepohonan tumbuh dengan kerapatan rendah, sehingga tanah
            pinggiran pematang/tanggul tersebut mudah longsor.
                Baru pada pertengahan 1990-an, pembukaan lahan mulai melibatkan
            penggunaan teknologi alat berat, seperti excavator. Penggunaan alat yang
            sangat efektif ini menyebabkan laju konversi lahan menjadi meningkat
            dengan cepat. Haji Samir misalnya, mengakui bahwa kemampuannya
            sebagai ponggawa dalam mengembangkan usaha, tidak terlepas dari
            keberhasilannya memanfaatkan tiga unit excavator yang dibelinya
            secara patungan dengan tiga orang anaknya pasca boom harga udang
            pada 1997/1998. Sejak itu mereka berhasil mengembangkan hamparan
            tambak dalam jumlah yang sangat luas, tidak hanya untuk memberikan
            kepastian pasokan produksi (udang) yang melimpah bagi eksistensi usaha
            mereka sebagai ponggawa, namun juga untuk memperbesar klien dalam
            jaringan mereka.



         108                      Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140