Page 139 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 139
untuk menghemat biaya, penggunaan satu pintu tambak sepertinya
dimaksudkan agar setiap petak tambak menjadi lebih mudah dikelola.
Mengingat sirkulasi air sebagai komponen terpenting dalam pengelolaan
tambak cukup dilakukan di satu tempat (pintu air). Kondisi tersebut
tidak terlepas dari pola pengelolaan tambak yang masih sangat tradisional
dan tidak inovatif (mengikuti pola tertentu yang telah mapan), sehingga
efisiensi pengelolaan sulit dilakukan. Padahal kondisi tanah yang sangat
asam dengan PH air tinggi, serta pengetahuan yang minim dalam
menanggulangi wabah penyakit yang mematikan, seperti; Mododon
Baculo Virus (MBV); White Spot Syndrome Virus (WSSV); Infection
Hypodermal Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV); dan Yellow Head;
juga bakteri Vebrio serta beberapa parasit dari jenis protozoa semakin
sulit diantisipasi.
Realitas tersebut, menjadi penjelas betapa produktifitas tambak di
kawasan Delta Mahakam, benar-benar hanya bersandar pada “kemurahan
alam”. Seorang ponggawa kecil misalnya, produksinya terkadang sangat
tinggi, jauh melampaui ponggawa menengah, karena hasil panen udang
bintik miliknya atau kliennya sangat melimpah pada satu periode nyorong,
namun pada periode nyorong lainnya ia bisa saja tidak mendapatkan hasil
panen memadai. Hal seperti ini dialami oleh hampir semua ponggawa/
petambak, akibatnya, produksi sebuah tambak di kawasan Delta
Mahakam menjadi sulit untuk diprediksi. Belum lagi adanya fenomena
“market glut, yakni harga ikan/udang tinggi pada saat musim paceklik, lalu
mendadak turun drastis ketika musim panen”, yang juga harus dihadapi
para petambak. Kondisi ini “diperkeruh” oleh sistem manajemen usaha
yang masih sangat sederhana dan tertutup, serta persaingan terselubung
diantara para ponggawa.
112 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang