Page 136 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 136
4.3.2 Tambak Satu Pintu Air
Berbeda dengan pola pengelolaan tambak di daerah lain, hampir
semua tambak di kawasan Delta Mahakam, selalu dipanen dua kali dalam
satu bulan (setiap kali nyorong ), untuk mengambil udang bintik yang
17
18
masuk ke tambak ketika pintunya dibuka pada saat air pasang. Sedangkan
udang windu akan dipanen ketika usianya telah mencapai empat bulan
(panen raya), meskipun ada pula yang dipanen sebelum memasuki bulan
keempat. Pola pemanenan seperti inilah yang menyebabkan hasil produksi
udang windu di kawasan ini tidak optimal, karena banyak udang windu
yang belum waktunya dipanen ikut terjaring bersama udang bintik ketika
nyorong. Pola pemanenan seperti itu, dilakukan para petambak sebagai
salah satu bentuk adaptasi atas ketidakpastian hasil panen tambak yang
dilakukan setiap empat bulan sekali (panen raya). Mereka kemudian
melakukan “ self defence” atas ketidakpastian tersebut, hasil panen udang
bintik yang dilakukan setiap nyorong diharapkan masih bisa menutupi
kerugian akibat hasil panen raya yang sering mengalami kegagalan, atau
setidaknya mampu “menghidupi” para penjaga empang sehingga tambak-
tambak mereka pun masih bisa survive.
Menariknya hampir semua tambak yang dibangun hanya menggunakan
satu pintu sirkulasi air (lihat Gambar 4.2). Hal ini sepertinya dilakukan
17. Nyorong sebutan masyarakat setempat untuk menandai naiknya air muka laut
(pasang tertinggi), berpedoman pada posisi bulan terhadap bumi dan matahari yang
diperhitungkan dengan penanggalan bulan Hijriyah, biasanya berlangsung setiap dua
minggu sekali. Berbeda dengan pola pengelolaan tambak di daerah lain, hampir semua
tambak di kawasan Delta Mahakam, selalu dipanen dua kali dalam satu bulan (setiap
kali nyorong), untuk mengambil udang bintik yang masuk ke tambak ketika pintunya
dibuka pada saat air pasang tertinggi. Sedangkan udang windu akan dipanen ketika
usianya telah mencapai empat bulan (panen raya), meskipun ada pula yang dipanen
sebelum memasuki bulan keempat.
18. Udang bintik adalah istilah masyarakat setempat untuk menyebut berbagai jenis udang
alam non udang tiger/windu (Penaeus Monodon), seperti udang pink, banana, white
(Penaeus Indicus), loreng (Penaeus Endeavour), jerbung (Penaeus Merguensis), dst, yang
tidak dibudidayakan dengan sengaja. Udang alam tersebut masuk ke dalam tambak,
bersamaan dengan dimasukkannya air payau segar dari luar tambak mengganti air
tambak yang sudah tidak layak. Meskipun nilainya lebih rendah dari udang tiger
(windu), udang bintik juga memiliki pangsa ekspor potensial.
Migran Bugis dan “Pertambakan Ilegal” 109