Page 18 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 18
Berharap, siapapun yang melihat judul buku ini akan tersugesti ketenaran
film-film tersebut, sehingga tertarik untuk membacanya. Hanya itu!
Sementara subjudul “Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang”
menjadi gagasan inti dari cerita Transformasi Agraria yang terpapar
dalam buku ini. Tergambar jelas dari bab awal hingga akhir buku ini,
betapa manifesto yang diartikan sebagai “pernyataan terbuka tentang
tujuan dan pandangan seseorang atau suatu kelompok”, biasanya
diumumkan kepada publik dan sering bermuatan politis. Realitasnya tidak
harus bermakna demikian, sebagaimana digambarkan James C. Scott
dalam “Senjatanya Orang-Orang Kalah”. Para petambak, hampir tidak
memerlukan koordinasi atau perencanaan, menggunakan pemahaman
implisit serta jaringan informal, sering mengambil bentuk mengurus
sendiri dan mereka secara khas menghindari konfrontasi simbolis secara
langsung dengan penguasa. Cara-cara seperti ini dalam jangka panjang
justru terbukti paling efektif.
Dengan cara seperti itu kelas petambak menyatakan kehadiran
politisnya. Artinya, meski tidak didukung legalitas kepemilikan tanah
yang mampu memperkuat kedudukan tanah bagi mereka, mengingat
pemanfaatan sumberdaya agraria yang mereka lakukan dianggap “ilegal”
oleh otoritas yang berwenang. Namun dengan “senjata” yang mereka
pergunakan, masyarakat petambak lemah ini, melakukan perlawanan
kecil-kecilan setiap hari dengan penuh kesabaran dan kehati-hatian,
menggarap seperlunya tambak-tambak yang dikuasainya, koordinasi
tahu sama tahu, bersifat pura-pura (pura-pura bodoh dan pura-pura
memenuhi permohonan), melakukan operasi sabotase, melarikan diri,
bergosip menjatuhkan nama baik dan seterusnya, yang menyatakan
kehadiran politisnya. Tindakan-tindakan perlawanan yang dilakukan
secara perorangan, diperkuat dengan budaya perlawanan rakyat dan
diperbanyak ribuan kali itulah yang pada akhirnya meneguhkan ‘batu
karang’ kekuatan ekonomi dan politik mereka. Secara tersirat, mereka
ingin mengatakan bahwa tanah-tanah “ilegal” yang mereka kuasai,
sejengkalpun tidak akan “cuma-cuma” diserahkan pada siapapun!
Sesuatu yang juga digarisbawahi Soekarno ketika merumuskan pendirian
Prakata Penulis xvii