Page 19 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 19
Republik Indonesia, betapa “tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi
yang ada di bawah kakinya”.
Tak ada gading yang tak retak, ungkapan itu mungkin sedikit
menenangkan kegelisahan yang saya rasakan, betapa buku yang ada dalam
genggaman pembaca sekalian masih jauh dari sempurna. Beruntungnya,
Kata Pengantar dari Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA., yang memberi
sentuhan dengan ornamen khas dan polesan indah pada gading retak
tersebut, mampu menghantarkan buku ini menjadi satu kesatuan yang
lebih bermakna dan mudah dipahami. Menjadikannya bernyawa! Untuk
itu, dalam kesempatan pertama ijinkan saya menyampaikan penghargaan
setinggi-tingginya pada Guru Besar Politik Agraria IPB, yang sekaligus
juga mantan Ketua STPN yang low profile dan bersahaja ini. Beliau bukan
sekedar pembimbing disertasi bagi saya, ‘kawan ngopi ataupun kuliner’
yang royal. Tapi lebih dari itu beliau adalah “mata air pengetahuan”
yang tidak pernah kering, tempat bernaung ketika dahaga. Kemampuan
dialektik dan kontemplasinya mengalir bak mata air yang selalu bisa
menyentak kesadaran kritis saya.
Dalam kesempatan yang membahagiakan ini saya juga ingin
menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya pada Ketua STPN Yogyakarta,
Dr. Oloan Sitorus, S.H., M.S., Drs. Abdul Haris Farid sebagai Kepala
STPN Press, dan segenap jajaran yang telah berkenan memberikan
kesempatan bagi penerbitan buku ini. Secara pribadi, saya ingin
mengucapkan terima kasih pada mas Ahmad Nashih Luthfi yang “secara
telak” berhasil mensugesti saya untuk memulai proses penyusunan dan
menuliskan ulang draf disertasi menjadi naskah buku.
Selanjutnya, ucapan terima kasih dan penghargaan setulusnya
perlu pula saya haturkan kepada Komisi Pembimbing yang telah
menghantarkan penyelesaian disertasi, yang di hadapan pembaca sekalian
telah mewujud menjadi sebuah buku. Mereka bukan sekedar pembimbing
yang menjadi ponggawa di bidang keilmuannya, mereka adalah “patron”
yang memiliki komitmen untuk berbagi, tidak hanya pengetahuan tapi
juga pengalaman hidup. Atas kesempatan emas menikmati indahnya
panorama dari “pundak mereka” yang kokoh dan mulia, izinkan sekali lagi
xviii Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang