Page 234 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 234

sokongan kebijakan dari kekuasaan, walaupun secara praktis seringkali
             mereka tidak memerankannya secara langsung.
                 Pada akhirnya harus digaris-bawahi disini, betapapun lirih terdengar,
             “Manifesto Penguasaan Tanah Negara” bukanlah perkara sepele. Manifesto
             penguasaan tanah negara dalam realitasnya tidak harus dinyatakan
             secara terbuka kepada publik! Sebagaimana digambarkan  Scott (2000),
             dalam “Senjatanya Orang-Orang Kalah”, para petambak, hampir tidak
             memerlukan koordinasi atau perencanaan, menggunakan pemahaman
             implisit serta jaringan informal, sering mengambil bentuk mengurus
             sendiri dan mereka secara khas menghindari konfrontasi simbolis secara
             langsung dengan penguasa. Dengan cara seperti itu kelas petambak
             menyatakan kehadiran politisnya. Artinya, meski tidak didukung
             legalitas kepemilikan tanah yang mampu memperkuat kedudukan
             tanah bagi mereka, mengingat pemanfaatan sumberdaya agraria yang
             mereka lakukan dianggap “ilegal” oleh otoritas yang berwenang. Namun
             dengan “senjata” yang mereka pergunakan, masyarakat petambak lemah
             ini, melakukan perlawanan kecil-kecilan setiap hari dengan penuh
             kesabaran dan kehati-hatian, menggarap seperlunya tambak-tambak
             yang dikuasainya, koordinasi tahu sama tahu, bersifat pura-pura (pura-
             pura bodoh dan pura-pura memenuhi permohonan), melakukan operasi
             sabotase, melarikan diri, bergosip menjatuhkan nama baik dan seterusnya,
             yang menyatakan kehadiran politisnya.
                 Tindakan-tindakan perlawanan yang dilakukan secara perorangan,
             diperkuat dengan budaya perlawanan rakyat dan diperbanyak ribuan kali
             itulah yang pada akhirnya meneguhkan ‘batu karang’ kekuatan ekonomi
             dan politik mereka. Secara tersirat, mereka seolah ingin mengatakan
             bahwa tanah-tanah “ilegal” yang mereka kuasai, sejengkalpun tidak akan
             “cuma-cuma” diserahkan pada siapapun! Sesuatu yang juga digarisbawahi
               Soekarno (1945), ketika ikut merumuskan pendirian Republik Indonesia,
             betapa “tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada dibawah
             kakinya”!!







             Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang                         207
   229   230   231   232   233   234   235   236   237   238   239