Page 231 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 231

kapitalisme, dikarenakan ketidakmampuan negara itu untuk menciptakan
            kapital”. Dalam hal ini, dengan memperkuat (legalitas) kedudukan tanah
            yang dapat dikonversi menjadi modal kapital.
                Tentu dalam konteks tersebut, tawaran solutifnya tidak harus
            dengan memberikan legalitas kepemilikan area pertambakan melalui
            penerbitan Sertifikat Hak Milik. Namun dengan semangat memberikan
            legalitas kepastian berusaha, yang dapat diupayakan melalui penerbitan
              HGU (Hak Guna Usaha) dengan batas waktu dan luasan penguasaan
            tertentu melalui legalitas pelepasan dari Kementrian Lingkungan Hidup
            dan Kehutanan. Namun demikian, pelaksanaan program land reform
            tidak seharusnya hanya mengenai redistribusi tanah negara, tanpa
            menyentuh kepentingan kelas tuan tanah besar yang menurut Ghimire
            (2001), seringkali mencengkram kelembagaan otoritatif lokal (pengadilan
            hingga otoritas berwenang). Pemberian legalitas berusaha, dapat
            dimaknai sebagai pelibatan secara aktif dari kelas tuan tanah (ponggawa)
            dalam pendaftaran tanah-tanah yang dikuasainya secara formal, untuk
            kemudian ditetapkan batas maksimum penguasaan yang diperkenankan
            melalui penebitan  HGU.
                Alternatif lainnya, dengan mengusulkan sejumlah kawasan di
            Delta Mahakam pada Menteri Kehutanan via Dinas Kehutanan
            Kabupaten untuk ditetapkan sebagai kawasan Hutan Desa atau Hutan
            Kemasyarakatan. Sebagaimana Keputusan Pemerintah No. 6/2007,
            tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta
            Pemanfaatan Hutan. Dimana Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan
            Kayu ( IUPHHBK) yang diterbitkan dapat diusahakan secara komunal
            (berkelompok melalui koperasi) sebagai “area hutan (mangrove) dengan
            pemanfaatan silvofishery” selama 35 Tahun dan dapat diperpanjang
            setelahnya. Dus selanjutnya, melalui RTRW (Rencana Tata Ruang
            Wilayah) partisipatif, kawasan Delta Mahakam dapat dibagi sesuai zonasi
            peruntukannya, ditunjang peraturan dan law enforcement yang ketat.
            Pada waktu bersamaan upaya rehabilitasi dilakukan pada zona konservasi
            (hutan mangrove) dan area pertambakan yang ditelantarkan.





         204                      Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   226   227   228   229   230   231   232   233   234   235   236