Page 229 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 229

terjadinya arus migrasi dari etnik Bugis, Makassar, Jawa dan etnik
            lainnya ke desa-desa yang berada di pulau-pulau dalam Kawasan Delta
            Mahakam. Dipekerjakan oleh para petambak ataupun ponggawa untuk
            menjaga empang-empang yang yang tidak lagi bisa mereka kelola sendiri,
            karena luasnya hamparan tambak yang mereka kembangkan. Selain
            membuka kesempatan kerja bagi buruh tambak, untuk membangun
            tambak-tambak baru ataupun memperbaiki konstruksi tambak secara
            tradisional. Pemusatan penguasaan area pertambakan, ternyata tidak
            hanya menciptakan jurang kesenjangan diantara para penjaga empang –
            petambak – ponggawa. Namun juga mendorong dilakukannnya ekspansi
            perluasan area tambak secara massive dengan cara meminjamkan modal
            usaha pada patron-nya masing-masing untuk membuka hutan mangrove
            yang mereka kuasai.
                Kedua, rendahnya produktivas tambak-tambak di kawasan Delta
            Mahakam, telah memaksa para petambak – ponggawa untuk mencoba
            mengembangan strategi dengan membangun hamparan tambak yang
            lebih luas, dengan asumsi akan dapat mempermudah pengelolaan dan
            meningkatkan produksi. Dalam kenyataannya produksi tambak mereka
            tetap saja tidak meningkat, praktis mereka hanya mengandalkan hasil
            panen dari udang bintik yang terperangkap masuk ke dalam tambak-
            tambak mereka. Kondisi ini mendorong sebagian petambak untuk
            kembali beralih profesi sebagai nelayan, serta mereka yang memiliki cukup
            modal dan tidak terikat hutang pada para ponggawa untuk melakukan
            ekspansi dibidang usaha lain seperti kegiatan perkebunan kelapa sawit
            dan perdagangan atau mencoba peruntungan di dunia politik. Masyarakat
            lokal selanjutnya cenderung menjadi lebih apatis, individualis dan
            materialistik. Yang pada akhirnya memperkuat motivasi sejumlah pihak,
            termasuk para petambak/ponggawa untuk melakukan “spekulasi’ dalam
            pengembangan area pertambakan dengan harapan mendapatkan ganti
            rugi pembebasan lahan oleh perusahaan migas jika terjadi pencemaran
            atau eksplorasi.
                Ketiga, tekanan ekologis yang begitu hebat telah menyebabkan
            kawasan yang dulunya memiliki tegakan hutan mangrove yang sangat



         202                      Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   224   225   226   227   228   229   230   231   232   233   234