Page 225 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 225

dalam mengelola tanah-tanah negara telah menyebabkan munculnya
            monopoli di sektor agraria. Hal ini terlihat dari kebijakan pemerintah
            yang cenderung melakukan “pembiaran” atas terjadinya perluasan area
            pertambakan secara ilegal, meskipun harus mengorbankan eksistensi
            hutan mangrove ( KBK) di kawasan Delta Mahakam. Disatu sisi,
            tampaknya hal tersebut dilakukan untuk “mendongkrak” program
            perluasan tambak (ekstensifikasi), yang ingin mengamankan  Program
            Udang Nasional dengan meningkatkan produksi perikanan budidaya.
            Disisi lain, berarti “mengelola hutan”, sebagai antisipasi munculnya
            gejolak dalam masyarakat, sekaligus mengamankan kepentingan industri
            strategis nasional (khususnya sektor migas). Secara dinamis, realitas
            tersebut mengkonfirmasi kemungkinan munculnya konflik agraria yang
            cukup laten diantara masyarakat lokal. Selain konflik manifest, ketika
            melibatkan perusahaan migas yang beroperasi disekitar kawasan Delta
            Mahakam.
                Melalui “keunggulan pada kesempatan pertama untuk memulai”
            para ponggawa berhasil mengambil keuntungan dari absennya negara
            dalam pengelolaan  KBK. Meskipun fenomena tersebut kelak mendorong
            terjadinya “kebangkitan ekonomi lokal”. Namun “ketidakhadiran negara”
            dalam ikut mendorong munculnya regulasi yang mampu menertibkan
            kegiatan pertambakan ilegal ataupun pembatasan penguasaan area
            pertambakan, telah menyebabkan semakin terkonsentrasinya penguasaan
            area-area pertambakan pada pihak-pihak tertentu (ponggawa).
            Mengakomodasi praktik monopoli sebagai kekuatan utama dalam
            kegiatan usaha pertambakan. Yang pada akhirnya mereproduksi ulang
            dan melanggengkan hubungan produksi usaha pertambakan melalui
            “eksploitasi terselubung”.
                Dengan mandiri para pengusaha perikanan lokal (ponggawa), mampu
            melakukan akumulasi kapital hingga kemudian berhasil mengawal
            berlangsungnya transformasi sosial, menggiring masyarakat agraris
            menuju masyarakat industri. Seiring keberhasilan mereka membangun
            industri perikanan skala ekspor – melakukan take over industri perikanan
            ekspor asal  Jepang. Berkat kemampuannya melakukan hegemoni kultural



         198                      Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229   230