Page 223 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 223

7.1 OPERASI KAPITALISME PERTAMBAKAN

                Di dalam sejarahnya, jelas terlihat betapa struktur sosial masyarakat
            Bugis di kawasan Delta Mahakam dari masa ke masa, kelas penguasanya
            nyaris tidak mengalami perubahan yang berarti. Namun pada kelas
            bawah dan menengah, tampaknya terjadi polarisasi profesi pekerjaan.
            Hal ini sekaligus menunjukkan terjadinya perkembangan pada struktur
            masyarakat di kedua kelas, sehingga menjadi lebih kompleks seiring
            dengan munculnya beragam organisasi sosial baru di kawasan Delta
            Mahakam. Pada masa pra-kolonial tampil kelas menengah dari keturunan
            bangsawan Bugis yang tidak memegang kekuasaan, namun memiliki
            pengaruh kuat atas sejumlah pengikut, yang dengan kelihaian dan
            pengaruhnya berhasil menjadi golongan elit ekonomi. Selain itu juga
            tampil golongan elit sosial yang berasal dari keturunan bangsawan Bugis
            yang dengan pengaruh dan keberaniannya (memiliki armada dagang
            yang dapat berfungsi sebagai armada perompak) mengontrol titik-titik
            perdagangan strategis di sekitar muara Sungai Mahakam.
                Selanjutnya pada masa kolonial, tampil sejumlah profesi baru yang
            berhasil menjadi kelas menengah (elit ekonomi dan sosial) dari keturunan
            bangsawan Bugis. Seperti, pedagang perantara, pemilik kapal layar besar
            dan pemilik perkebunan kelapa (kepala padang). Sementara pada masa
            pasca-kolonial hingga masa kontemporer, semakin terbuka kesempatan
            bagi mereka dari luar keturunan bangsawan Bugis, untuk tampil sebagai
            kelas menengah baru dengan beragam profesi. Salah satunya adalah
            aktivitas usaha sebagai ponggawa yang pada awal kemunculannya, sumber
            kekuatan utamanya bertumpu pada penguasaan atas modal ekonomi yaitu
            alat produksi berupa kapal dan peralatan tangkap. Hingga kemudian
            bergeser, lebih bertumpu pada penguasaan alat produksi berupa area
            pertambakan. Menariknya, profesi sebagai ponggawa ternyata tidak
            semata-mata memposisikan mereka hanya sebagai elit ekonomi tapi
            sekaligus sebagai elit sosial.
                Munculnya fenomena kapitalisasi pertambakan ditandai oleh
            beberapa hal berikut. Pertama, beralihnya penguasaan aset produksi.




         196                      Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   218   219   220   221   222   223   224   225   226   227   228