Page 123 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 123

Keistimewan Yogyakarta
            rumusan dan dampak apapun. Kini saat HB X menolak kembali
            untuk dicalonkan sebagai Gubernur Yogyakarta untuk jabatan
            ketiganya, isu keistimewaan Yogyakarta telah menjadi perde-
            batan serius, bahkan isu ini adalah yang paling panjang dan
            paling serius, karena gugatannya menyangkut dasar-dasar ke-
            lembagaan keistimewaan Yogyakarta. Undang-undang No. 3/
            1950 yang dimaknai sebagai dasar mutlak tentang keistime-
            waan, kini digugat secara akademis dengan disodorkannya
                                                   1
            RUUK baru yang masih mondok di Jakarta.  Belum ada keje-
            lasan nasib RUUK tersebut. Peristiwa ini semakin menambah
            kerunyaman dan ketidakjelasan tentang status keistimewaan
            Yogyakarta.
                Keistimewaan Yogyakarta terlalu berat menanggung be-
            ban sejarah, bahkan pada poin tertentu, sejarah yang ditem-
            patkan sebagai beban itu mendapat legitimasi dari lembaga-
            lembaga akademis demi mendapatkan logika pembenar. Uni-
            versitas Gadjah Mada sebagai lembaga independen nyaris
            menceburkan dirinya sebagai benteng utama memagari arus
            dan perdebatan tentang keistimewaan yang mewakili beban
            sejarah.  Pada konteks ini keistimewaan sudah lagi bukan men-
                   2
            jadi realitas sejarah yang harus dipertahankan secara substansi


            1  Ada lima versi RUUK Yogyakarta yang ramai diperbincangkan di Yogyakarta,
             versi tim Prof. Muchsan 2001, versi tim Prof. Afan Gaffar, 2002, versi DPD DIY,
             2005, versi Pemprov DIY, 2006, versi JIP UGM, 2008.
            2  Diskusi dengan Ratna Nurhajarini, (salah satu tim perumus pertemuan 5
             September 2008 tentang keistimewaan Yogyakarta). Pertemuan 5 Septem-
             ber 2008 di Universitas Gadjah Mada menyepakati tentang pentingnya
             mempertahankan keistimewaan dalam versi resmi sebagai pembenar
             sejarah. Tampak dalam pertemuan itu, secara akademis terlalu dipaksakan
             karena beban sejarah yang sulit ditanggung oleh Gadjah Mada atas jasa
             keraton mendirikan dan membangun universitas ini.

            100
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128