Page 178 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 178

Akses Masyarakat Atas Tanah

                                          2
               bukan pada luas lahannya itu.  Karena menguasai cacah dan
               bukan tanah, maka ‘memiliki’ tanah pada hakikatnya adalah
               menguasai dalam bentuknya yang bermacam-macam sesuai
               hierarki feodalitasnya, tidak dalam pengertian yang sama
               seperti konsep Barat akan ‘property’ atau ‘eigendom’. Tetapi
               kita lihat selanjutnya bahwa justru konsep ‘memiliki’ atas tanah
               di Yogyakarta, mengikuti dalil ‘domein verklaring’ yang berasal
               dari Barat. Suatu dalil yang diperkenalkan oleh Stamford
               Raffles ketika menjadi Letnan Gubernur di pulau Jawa. Atas
               dasar itulah, anak buah Lord Minto ini kemudian menjalankan
               kebijakan pertanahan dalam bentuk ‘pajak tanah’, rakyat
               dianggap menyewa tanah yang telah dimiliki negara.
                   Rijksblad Kasultanan no. 16/1918 dan Rijksblad Paku-
               alaman no. 18/1918 menyatakan ‘Sakabehing bumi kang ora
               ana tanda yektine kadarbe ing liyan mawa wewenang eigen-
               dom, dadi bumi kagungane keraton ingsun’ (semua tanah
               yang tidak ada tanda bukti dimiliki oleh orang melalui hak
               eigendom, maka tanah itu menjadi milik kerajaanku).  Lem-
                                                               3
               baran kerajaan ini memberi pernyataan sejalan dengan asas-
               asas domein verklaring itu. Uniknya, inilah yang kemudian
               disebut sebagai pengelolaan tanah berdasarkan ‘Hukum Adat’.
                   Mengikuti pandangan dari dalam Puro Paku Alaman,



               2  Onghokham, ‘Perubahan Sosial di Madiun selama Abad XIX: Pajak dan
                Pengaruhnya terhadap Penguasaan Tanah’, dalam Sediono M.P. Tjondro-
                negoro dan Gunawan Wiradi, Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan
                Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa, (Jakarta: Yayasan Obor Indone-
                sia, 2008 [edisi revisi]), hlm. 6.
               3  Eko Budi Wahyono, ‘Pendaftaran Tanah di Propinsi DIY, (Dapatkan Tanah SG-
                PAG Didaftar/Disertipikatkan?)’, makalah disampaikan pada diskusi bulanan
                STPN, tt., hlm 6.

                                                                   155
   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183