Page 14 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 14
Mereka yang Dikalahkan xiii
Yang menjadi pertanyaan bagaimana sesungguhnya hubungan
politik, teknokrasi, dan proses-proses pembangunan jalin-menjalin
khususnya semenjak Orde Baru. Mengapa masih saja golongan
masyarakat pedesaan yang paling rentan harus saja menjadi korban
penggusuran dari sumber-sumber agrarianya.
Seperti kita ketahui pada era Orde Baru Trilogi Pembangunan
menjadi pegangan pokok Negara dalam memaksimalkan
produktivitas ekonomi. Dalam hal ini stabilitas politik yang
mengutamakan konsensus dan ketertiban atau dengan kata lain
peniadaan konflik ideologi menjadi paling utama dalam politik
Negara. Desa khususnya disterilkan dari urusan politik (kecuali
politik penguasa tentunya) yang dibawakan oleh partai-partai politik
yang majemuk. Secara ringkas ‘bebas dari konflik ideologis’ menjadi
keyakinan untuk pra kondisi bagi munculnya faham/ideologi
‘pembangunisme’ (developmentalism) yang muncul belakangan.
Bahkan belakangan oleh seorang tokoh penting Orde Baru era
Orde tersebut dimaknai sebagai momen politik nasional untuk
menjalankan kebijakan ‘akselerasi modernisasi 25 tahun’.
Sajogyo (1984) seorang Begawan Sosiolog Pedesaan dari
Institut Pertanian Bogor (IPB) pernah menyebut dalam suatu judul
makalahnya, bahwa pokok masalah kebijakan pembangunan yang
membayangi masyarakat desa kala itu adalah sebagai ‘Pendekatan
Pemerataan Di Dalam Bias Urban Pembangunan Semesta dan Pola
Penguasaan Tunggal atas Urusan Desa’. Dengan judul tersebut
diisyaratkan bagaimana kala itu (era Orde Baru) peran teknokrat
begitu dominan dan tak memerlukan waktu lama untuk segera
menggantikan ‘hiruk pikuk’ politisi yang berorientasi ideologis
dalam kancah pembangunan di berbagai aras hingga ke tingkat desa.
Dalam hal ini para teknokrat bekerja secara sistematis melakukan
rekayasa teknis dan diikuti dengan usaha rekayasa mental dan
rekayasa sosial. Berbagai penataran dilakukan dan pelatihan aneka