Page 94 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 94
Mereka yang Dikalahkan 69
Selisih angka di atas memang menjadi persoalan, akan tetapi
problemnya memang ada di manajemen dan tata kelola kehutanan.
Problem utamanya adalah data terkait produksi kayu yang menjadi
acuan dalam perhitungan berapa PSDH dan DR yang akan diterima
oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah penghasil
yang mengalami simpang siur. Data tidak akurat yang menyebabkan
kesalahan perhitungan. Poin ini menjadi celah untuk tindakan-
tindakan korupsi. Dalam temuan KPK, persoalan kehutanan yang
rawan korupsi hampir semua ada di wilayah perizinan, namun fakta
lain juga bisa menjadi perhatian yakni data terkait jumlah produksi
kayu yang dihasilkan, karena di situ rawan dimainkan oleh pihak-
pihak tertentu.
Di luar semua persoalan di atas, laju deforestasi hutan alam
Indonesia dan Riau khususnya terus berlangsung sepanjang tahun,
dan ujungnya adalah pembangunan perkebunan kayu. Benar
sebagian hutan yang gundul kembali menghijau, tetapi bukan hutan
sebagaimana sebelumnya, melainkan menjadi kebun kayu. Catatan
FWI, Mitra Insani, KSPPM di akhir tahun 2016 secara keseluruhan
pembangunan kebun kayu Indonesia sampai tahun 2015 konsesinya
mencapai 10.64 juta hektar yang dikuasai oleh 280 unit usaha. Dari
luasan tersebut hanya dikuasai oleh beberapa grup usaha. Dalam rilis
datanya, PT. Indah Kiat Pulp & Paper (IKPP) menguasai 1 juta ha dan
RAPP menguasai sekitar 1 juta hektar. Jika dibandingkan luasannya,
dua kelompok usaha tersebut menguasai hampir 4 kali luas Pulau
Bali. Baik IKPP maupun RAPP yang menjadi penguasa kebun kayu
36
mampu menyuplai kebutuhan bahan baku kertas sekitar 53 juta
kubik per tahun. Rantai pasokan sumber kayunya mayoritas berasal
dari Riau. Di Riau, IKPP memiliki 14 perusahaan yang menjadi mitra
36 FWI, Mitra Insani, KSPPM, “Sumber Kerusakan Hutan Alam dan
Konflik Sosial Berkedok Perkebunan Kayu”, Siaran Pers Bersama 16
Desember 2016.