Page 41 - Reforma Kelembagaan dan Kebijakan Agraria (Hasil Penelitian Strategis STPN 2015)
P. 41
26 Reforma Kelembagaan dan Kebijakan Agraria
Tentunya menyikapi hal ini, dibutuhkan berbagai sudut pandang yang
arif dan bijaksana. Pertama, bahwa keharusan bagi masyarakat adat untuk
ada dan mendapat pengakuan negara adalah sesuatu keniscayaan. Hal ini
menjadi filter dan penyaring bagi negara untuk memilah masyarakat adat
yang benar-benar asli atau hanya sekedar muncul sebagai efek domino
putusan MK. Perbedaan paling mendasar dari kriteria-kriteria dalam
regulasi yang ada sebagaimana di bawah ini adalah sifat kumulatif atau
alternatif antara satu kriteria dengan kriteria lain. Undang-undang desa
bersifat alternatif karena untuk mendapat pengakuan sebagai masyarakat
adat tidak harus memenuhi semua unsur yang ada, namun sebagai syarat
mutlak adalah adanya wilayah adat. Sementara itu kriteria masyarakat
hukum adat yang diatur dalam UU Kehutanan, UU Perkebunan, serta UU
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merumuskan kriteria
yang bersifat kumulatif. Artinya keberadaan masyarakat hukum adat baru
diakui apabila memenuhi kesemua kriteria yang telah ditentukan.
Tabel 6.
Perbandingan Kriteria Masyarakat Hukum Adat
Undang-undang Kriteria Masyarakat Hukum Adat
UU No. 41 Tahun 1. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban
1999 tentang (rechsgemeenschap);
Kehutanan 2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa
adatnya;
3. Ada wilayah hukum adat yang jelas;
4. Ada pranata hukum, khususnya peradilan adat, yang
masih ditaati; dan
5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan
di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari.
d. Ada pranata dan perangkat hukum yang khususnya peradilan adat
yang masih ditaati; dan
e. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan
sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
(2) Peraturan Daerah disusun dengan mempertimbangkan hasil penelitian
para pakar hukum adat, aspirasi masyarakat setempat, dan tokoh
masyarakat adat yang di daerah yang bersangkutan, serta instansi atau
pihak lain yang terkait.
Ketentuan ini semakin mempersulit pengakuan terhadap masyarakat adat
karena faktanya masyarakat adat bersifat dinamis dan bukan statis.