Page 284 - Konstitusionalisme Agraria
P. 284
“dikuasai” dan “dipergunakan”. Kata “dikuasai” telah diterjemahkan
oleh Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan dalam lima fungsi/
bentuk penguasaan negara sebagaimana telah diputus pertamakali
dalam Perkara No. 001-21-22/PUU-I/2003 mengenai pengujian UU
No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Sementara itu, kata
“dipergunakan” diperjelas oleh Mahkamah Konstitusi menjadi empat
tolak ukur di dalam putusan ini.
Menurut Mahkamah Konstitusi, empat tolak ukur untuk
menentukan apakah suatu ketentuan di dalam sebuah undang-
undang sesuai dengan tujuan penguasaan negara yang dimaksu
dengan frasa “dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat” dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 adalah:
1) Kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat,
2) Tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat,
3) Tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber
daya alam, serta;
4) Penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun
dalam memanfaatkan sumber daya alam.
16. PUU Perkebunan: Kriminalisasi dalam konflik perkebunan
Permohonan pengujian UU No. 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan dalam perkara No. 55/PUU-VIII/2010 diajukan oleh
empat orang petani dan masyarakat adat, yaitu Japin, Vitalis Andi,
Sakri dan Ngatimin Alias Keling. Pokok permohonan dalam perkara
ini adalah menguji konstitusionalitas Pasal 21, Penjelasan Pasal
21 sepanjang frasa “Yang dimaksud dengan penggunaan tanah
perkebunan tanpa izin adalah tindakan okupasi tanah tanpa seizin
pemilik hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan Pasal
47 ayat (1) serta ayat (2) UU Perkebunan yang menjadikan ketentuan
pidana untuk menegakan Pasal 21 tersebut. Perkara yang dimaksud
adalah ketentuan yang selama ini digunakan oleh pemerintah dan
pengusaha perkebunan untuk megkriminalisasi masyarakat yang
berkonflik dengan perusahaan perkebunan. Perkara ini tidak diuji
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 253