Page 286 - Konstitusionalisme Agraria
P. 286
pemilik kebun menebang pohon-pohon karena takut meluasnya
hama tanaman sekalipun pohon-pohon tersebut masih sehat? Hal-
hal tersebut dimungkinkan dapat dimasukkan ke dalam “Unsur
tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya perkebunan”
akan tetapi tidak dapat dikualifikasi sebagai perbuatan yang diancam
pidana. Ketidakjelasan rumusan Pasal 21 UU Perkebunan yang
diikuti dengan ancaman pidana dalam Pasal 47 ayat (1), ayat (2) UU
Perkebunan menimbulkan ketidakpastian hukum, yang potensial
melanggar hak-hak konstitusional warga negara.
Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa Pasal 47 ayat (1),
dan ayat (2) juncto Pasal 21 UU Perkebunan yang selama ini dijadiksn
sebagai dasar mengkriminalisasi orang kecil yang berkonflik dengan
perusahaan perkebunan berpotensi disalahgunakan secara sewenang-
wenang. Hal demikian bertentangan dengan prinsip negara hukum
yang adil, kepastian hukum (legal certainty), asas legalitas dan asas
prediktabilitas, serta perlindungan terhadap hak asasi manusia pada
umumnya. Hal itu terjadi karena rumusan ketentuan pidana dalam
perkara ini bersifat luas, padahal seharusnya rumusan ketentuan
pidana dibuat rinci mengenai perbuatan pidananya (nullum crimen
sine lege stricta).
Konflik warisan kolonial
Frasa penggunaan tanah perkebunan tanpa izin yang terdapat dalam
Pasal 21 UU Perkebunan dijelaskan pada penjelasan pasal itu yang
menyatakan: “Yang dimaksud dengan penggunaan tanah perkebunan
tanpa izin adalah tindakan okupasi tanah tanpa izin pemilik sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.” Mahkamah Konstitusi
dalam pertimbangan hukumnya menyebutkan bahwa tindakan
okupasi tanah tanpa izin pemilik merupakan peristiwa atau kasus
yang sudah terjadi sejak zaman Hindia Belanda. Pemerintah Hindia
Belanda telah memberikan banyak konsesi tanah kepada pemilik
modal yang diberikan dalam bentuk hak erfpacht. Tanah yang
menjadi objek hak erfpacht tersebut diberikan tanpa batas yang jelas,
sehingga seringkali melanggar hak atas tanah-tanah yang dikuasai
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 255