Page 290 - Konstitusionalisme Agraria
P. 290
dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu
tanda kartografi dan apabila memungkinkan, menggambarkan
batas-batasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah.” Sementara
Pasal 6 menyatakan, ”Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
Pasal 5 diatur dengan Peraturan Daerah yang bersangkutan.”
Bahkan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 mengakui dan melindungi
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-hak
tradisionalnya diatur dalam Undang-Undang.
Mahkamah Konstitusi kemudian menyimpulkan bahwa
sebelum dilakukan penelitian untuk memastikan keberadaan
masyarakat hukum adat dengan batas wilayahnya yang jelas
sebagaimana dimaksud oleh Penjelasan Pasal 9 ayat (2) Undang-
Undang Perkebunan, sulit menentukan siapakah yang melanggar
Pasal 21 dan dikenakan pidana Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
Undang Perkebunan. Dengan kata lain, sebenarnya pengukuhan
keberadaan masyarakat hukum adat harus terlebih dahulu dilakukan
sebelum secara serampangan menerapkan ketentuan kriminalisasi
dalam penanganan konflik perkebunan.
17. PUU Kehutanan IV: Konflik kewenangan kehutanan
versus pertambangan
Permohonan dalam perkara No. 72/PUU-VIII/2010 mengenai
pengujian UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan diajukan
oleh Andi Harahap yang merupakan Bupati Kabupaten Penajam
Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Pada intinya permohonan
itu mempersoalkan pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan
untuk pertambangan yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan
dan kriminalisasi terhadap kepala daerah yang mengeluarkan izin
pertambangan di atas kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (3) dan Pasal 50 ayat (3) huruf g UU Kehutanan. Pada
intinya, perkara itu menyangkut tiga persoalan konstitusional yaitu:
(a) Hubungan kementerian negara dengan pemerintahan daerah;
(b) Otoritas pertambangan dan kehutanan; dan (c) Kewenangan
perizinan kehutanan. Mahkamah Konstitusi menolak permohonan
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 259