Page 293 - Konstitusionalisme Agraria
P. 293
ketahanan lingkungan dan berdampak pada menurunnya kualitas
dan kuantitas kekayaan alam di Indonesia, sehingga dalam
pelaksanaannya diperlukan kehati-hatian dan perencanaan yang
matang. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan generasi yang
akan datang akan sumber daya alam, pengelolaan sumber daya alam
di Indonesia harus mempertimbangkan prinsip berkelanjutan (the
just saving principles).
Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa
instrumen izin yang kewenangan pemberiannya diberikan kepada
Menteri sebagaimana diatur pada Pasal 38 ayat (3) UU 41/1999
bukanlah berarti menyimpangi prinsip otonomi daerah atau
mengambil kewenangan daerah, tetapi merupakan instrumen
pengendalian yang mengarahkan pengelolaan pertambangan
pada kawasan hutan yang tidak semata-mata berorientasi pada
kepentingan ekonomi, tetapi juga untuk kepentingan sosial
dan kepentingan lingkungan. Dalam pelaksanaan pengendalian
dibutuhkan sanksi yang tegas, sehingga keberadaan Pasal 50 ayat (3)
UU 41/1999 adalah sangat relevan dalam rangka pelaksanaan prinsip
penguasaan oleh negara dalam pengertian pengawasan terhadap
bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Perencanaan komprehensif dan terintegrasi
Dalam melaksanakan kewenangan atas pengelolaan kehutanan,
prinsip efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan
lingkungan, membutuhkan suatu perencanaan yang komprehensif
oleh pemerintah pusat, terutama terkait kegiatan penambangan
di kawasan kehutanan yang mempunyai dampak luas terhadap
lingkungan, keberlanjutan sumber daya alam, serta kehidupan sosial
masyarakat di kawasan hutan tersebut.
Di samping itu, pelaksanaan kewenangan Pemerintah dalam
melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi dimaksud juga harus
konsisten dengan perencanaan penataan ruang yang diatur oleh
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal
8 yang pada pokoknya mengatur kewenangan Pemerintah dalam
262 Konstitusionalisme Agraria