Page 297 - Konstitusionalisme Agraria
P. 297
hutan; b. Penataan batas kawasan hutan; c. Pemetaan kawasan hutan;
dan d. Penetapan kawasan hutan”. Oleh karena itu, keberadaan
ketentuan Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan yang mempersamakan
penunjukan dengan penetapan sebagai penentu kawasan hutan
bertentangan dengan Pasal 15 UU Kehutanan dan bertentangan
dengan prinsip kepastian hukum yang dijamin di dalam UUD 1945.
Melalui putusan itu, Mahkamah Konstitusi mengembalikan
posisi penunjukan kawasan hutan sebagai tahapan awal dalam proses
pengukuhan kawasan hutan. Oleh karena itu, semua kawasan hutan
yang telah ditunjuk, akan melalui tahapan yang telah ditentukan
melalui Pasal 15 UU Kehutanan untuk ditatabatas, dipetakan dan
kemudian ditetapkan sebagai kawasan hutan.
Pengukuhan kawasan hutan harus memperhatikan hak
perseorangan dan hak ulayat
Pada putusan ini kembali Mahkamah Konstitusi menegaskan
perlunya perlindungan terhadap hak ulayat, termasuk hak atas tanah
milik individu dalam konteks pengelolaan sumber daya alam. Hal ini
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan memperluas makna
Pasal 15 ayat (2) UU kehutanan yang sebelumnya menentukan bahwa
pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan memperhatikan
rencana tata ruang wilayah. Menurut Mahkamah Konstitusi,
bukan saja rencana tata ruang wilayah yang harus diperhatikan,
melainkan juga harus memperhatikan kemungkinan adanya hak-
hak perseorangan atau hak pertuanan (ulayat) pada kawasan hutan
yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan tersebut, sehingga jika
terjadi keadaan seperti itu maka penataan batas dan pemetaan batas
kawasan hutan harus mengeluarkannya dari kawasan hutan supaya
tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain, misalnya masyarakat
yang berkepentingan dengan kawasan yang akan ditetapkan sebagai
kawasan hutan tersebut.
266 Konstitusionalisme Agraria