Page 298 - Konstitusionalisme Agraria
P. 298
20. PUU Minerba II: Pembatasan terhadap wilayah
pertambangan rakyat
Perkara No. 25/PUU-VIII/2010 mengenai Pengujian UU No.
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU
Minerba) diajukan oleh Fatriansyah Karya dan Fahrizan, Pengusaha
dari Kepulauan Bangka Belitung. Pada intinya pemohon dalam
perkara ini mengajukan pengujian terhadap Pasal 22 huruf f dan
Pasal 52 ayat (1) UU Minerba terhadap Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D
ayat (1), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
UUD 1945, yang pada pokoknya mempersoalkan konstitusionalitas
kriteria untuk menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
khususnya yang menyatakan wilayah atau tempat kegiatan tambang
rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas)
tahun dan WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) ha
dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) ha. Mahkamah Konstitusi
menyampaikan putusannya pada tanggal 4 Juni 2012 dengan
mengabulkan seluruh permohonan pemohon.
Menurut Mahkamah Konstitusi, ketentuan tentang WPR di
dalam UU Minerba adalah sebagai wujud pelaksanaan Pasal 33
UUD 1945 yang mengamanahkan kepada negara untuk terlibat atau
berperan aktif melakukan tindakan dalam rangka penghormatan
(respect), perlindungan (protection), dan pemenuhan (fulfillment)
hak-hak ekonomi dan sosial warga negara. Oleh karenanya,
pengaturan yang menentukan bahwa pengerjaan pertambahan
paling sedikit 15 (lima belas) tahun sebagai dasar bagi WRP
adalah bertentangan dengan upaya memajukan hak rakyat untuk
berpartisipasi dan memenuhi kebutuhan ekonomi melalui kegiatan
pertambangan mineral dan batubara.
Empat syarat menetapkan wilayah pertambangan
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk perkara No.
25/PUU-VIII/2010 bertanggal 4 Juni 2012 yang juga diberlakukan
pada putusan perkara No.30/PUU-VIII/2010 bertanggal 4 Juni 2012,
Mahkamah Konstitusi menentukan empat syarat yang harus dipenuhi
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 267