Page 197 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 197
lingkungan. Dilihat dari pemberian izin produksi penambangan
pasir besi dan pengakuan kawasan pertahanan dan keamanan
oleh negara (pemerintah kabupaten Kebumen, DPRD, dan TNI
AD) dalam Peraturan Daerah RTRW Kebumen, dapat disimpulkan
bahwa negara lebih memilih sebagai “destroyer lingkungan.
Kolaborasi antara pemerintah kabupaten Kebumen, TNI
AD, PT MNC, dan didukung oleh DPRD Kebumen membuat
aktor-aktor yang pro dengan penambangan pasir besi ini semakin
menguat. Aktor pro penambangan pasir besi ini juga didukung
oleh kelompok masyarakat Urutsewu yang tergabung di dalam
Forum Komunikasi Konsolidasi Ketenteraman dan Ketertiban
Urutsewu Kebumen (FK4UK) dan LSM Bina Bangun Generasi
(BBG). Hubungan antara aktor-aktor ini bukan tanpa kepentingan.
Masing-masing aktor mendapatkan keuntungan ekonomi dan
politik dari kerja sama ini.
Sementara itu, organ masyarakat, yaitu FPPKS, Urutsewu
Bersatu (USB), dan FMMS—yang disebut terakhir kini tidak
lagi vokal—sudah dapat bersatu dalam menghadapi persoalan
penambangan dan klaim TNI. Upaya-upaya penolakan terus
dilakukan, baik dengan aksi demonstrasi ataupun dengan
melakukan lobi dengan pemerintah. Upaya lainnya adalah dengan
menjalin solidaritas dengan wilayah lain yang juga mendapat
ancaman penambangan.
Konlik bisa berubah melalui dua cara. Pertama, keadaan
akan berubah jika aktor yang mendukung penambangan pasir
besi memiliki political will untuk menyelesaikan konlik ini. Kedua,
keadaan akan berubah jika aktor yang menolak penambangan
pasir besi terus berkoordinasi dan berkonsolidasi satu sama lain.
Masyarakat tidak boleh bergantung pada pemerintah, TNI AD,
dan terlebih kepada perusahaan dalam penyelesaian konlik di
Urutsewu ini.[]
172 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik

