Page 195 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 195
(IUP) Operasi Produksi untuk PT MNC oleh Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu (KPPT) Kebumen.
Penguasaan sumber daya alam oleh aktor-aktor yang
berkuasa menyebabkan adanya marginalisasi ekonomi dan
politik pada grassroots actors yang cenderung lemah. Masyarakat
Urutsewu memiliki keterikatan yang sangat kuat dengan
tanah yang selama ini mereka manfaatkan sebagai lahan
pertanian. Ketika ada ancaman berupa penambangan pasir
besi dan penguasaan tanah oleh TNI AD, masyarakat berusaha
mempertahankan tanah mereka. Penolakan adanya penambangan
pasir besi berasal dari grassroots organization yang tergabung di
dalam Forum Masyarakat Mirit Selatan (FMMS) yang berbasis di
Kecamatan Mirit dan Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan
(FPPKS) yang berbasis di Kecamatan Buluspesantren dan Ambal.
Kedua forum ini menuntut negara untuk membuat kebijakan yang
berkeadilan sosial dan berorientasi pada keberlanjutan lingkungan.
Konlik pengelolaan sumber daya alam ini menyebabkan
adanya kekerasan di Urutsewu. Kekerasan pertama terjadi dalam
bentuk ketidakadilan yang terwujud dalam penguasaan tanah
oleh TNI AD dan rencana penambangan pasir besi yang tidak
partisipatif. Ketidakadilan ini memicu kekerasan kedua yang
berupa perlawanan dan protes yang dilakukan oleh masyarakat
Urutsewu. Perlawanan ini menyebabkan aktor-aktor yang
berkepentingan atas pasir besi merasa perlu untuk mengamankan
posisinya masing-masing. Pengamanan dilakukan dengan
melakukan represi terhadap grassroots actors berupa teror,
ancaman, bahkan kekerasan isik dan penembakan yang terjadi
pada 16 April 2011. Penguasa juga berupaya untuk melemahkan
dan memecah belah gerakan grassroots organization dengan
berbagai cara. Di sisi lain, kekerasan yang terjadi di Urutsewu
170 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik