Page 360 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 360
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 333
termasuk perbuatan kriminal yang diberi sanksi pidana, bukan
merupakan pelanggaran. Sifat ketentuan pidana demikian itu,
diperlukan agar bisa mencegah adanya perbuatan pendakuan/
klaim tanah tanpa hak, pembuatan sertipikat hak palsu namun
berpenampilan asli (sertipikat ‘aspal’), gangguan berupa sanggahan
ataupun gugatan yang mengada-ada tanpa alat bukti hak, dan
sebagainya yang bersifat mengganggu keamanan serta ketentraman
pemilik ‘de jure’ atas tanah miliknya. Demikian pula pejabat
pembuat akta tanah (PPAT) yang membuat akta kesepakatan jual
beli tanah seperti yang diciptakan Notaris berupa ‘PPJB/APJB’;
pembuatan akta perjanjian yang bersifat penyelundupan hukum
seperti akta ‘strooman’, atau ‘nominee’, bagi penjualan tanah kepada
orang asing (WNA) dengan kedok perempuan WNI, semua adalah
perbuatan pidana kejahatan dalam Hukum Pertanahan, sehingga
harus dikenai sanksi pidana. Sanksi pidananya terhadap pejabat
pembuat akta, bisa berupa denda dan/atau kurungan; sedangkan
terhadap aktanya, dikenai sanksi ‘batal dengan sendirinya’ (nietig
eo ipso).
Bahkan akta jual beli PPAT, bagi mereka yang penjualnya
bukan pemilik tanah sebenarnya, yang hakekatnya bertentangan
dengan filosofi, asas dan ajaran Hukum Pertanahan Adat Indonesia,
adalah juga melanggar hukum, sehingga merupakan perbuatan
pidana dengan akibat hukum yang sama seperti pembuatan akta
‘strooman’ atau ‘nominee’. Larangan pembuatan akta jual beli oleh
penjual yang bukan pemilik sebenarnya, yang oleh Notaris
disebut ‘PPJB/APJB’, adalah untuk mencegah terjadinya jual beli
tanah oleh ‘spekulan’ atau ‘makelar’ tanah, yang mendapatkan
keuntungan sangat besar sambil merugikan pembeli, sedangkan
pemilik tanah sebenarnya dirugikan atau dikurangi keuntungan
sebenarnya yang bisa diperoleh.