Page 358 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 358

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     331


               penerjemahan  kembali atas filosofi, asas, ajaran dan teori  Hukum
               Pertanahan  Adat  Indonesia  (beschikkingsrecht)  yang  ditafsir ulang
               secara kontemporer,  dengan acuan  dasar filosofi Pancasila dan
               norma dasar konstitusional hak kekuasaan Negara dalam Pasal 33
               UUD 1945 serta UUPA 1960. Dengan demikian, teori ‘de facto-de
               jure’ ini, dapat secara sah, melalui Undang-Undang Pertanahan,
               menghapus dan menggantikan  kedua  teori   kepemilikan   tanah
               Belanda  sejak  VOC  sampai   Hindia   Belanda  di  Indonesia,
               namun masih dianut sampai 67 tahun kemerdekaan Indonesia.
                   Seiring dengan perubahan teori kepemilikan hak keperdataan
               itu, pun berubah pula cara pandang berupa logika dan paradigma
               untuk menafsirkan tindakan dan perbuatan hukum,  termasuk
               kewenangan pejabat Negara pembuat  Akta  Tanah.  Logika dan
               paradigma hukumnya, adalah harus untuk mewujudkan perintah
               Pasal  33 UUD 1945  yaitu penggunaan tanah bagi peningkatan
               kemakmuran  dan  kesejahteraan  rakyat  sebagai  WNI. Sedangkan
               pejabat  pembuat  akta tanah,  hanyalah  ‘pejabat  pembuat  akta
               tanah’ (PPAT) professional yang tidak  boleh dirangkap  jabatan
               oleh Notaris dan Camat. Karena dasar kewenangan Notaris dan
               Camat, bersumber pada hukum perdata BW/KUHPInd. dan hukum
               Administrasi serta Ketatanegaraan Hindia Belanda,  yang sangat
               bertentangan dengan tuntutan rasa keadilan rakyat Indonesia
               sebagai WNI. Utamanya  Notaris,  tidak boleh  merangkap
               jabatan membuat akta tanah. Karena Notaris yang berpendidikan
               hukum perdata BW/KUHPInd. hanya  menguasai filosofi, asas,
               ajaran, dan teori kepemilikan ‘eigendom’, akan selalu menciptakan
               bentuk-bentuk tindakan hukum yang menerjemahkan filosofi dan
               ajaran teori ‘eigendom’ privat dan Negara (domeinverklaing), sehingga
               mengacaukan penegakkan Hukum Pertanahan serta Keagrariaan
               Nasional Indonesia.
                   Jadi   perumusan   norma-norma   yang  menjadi   kaidah
               hukum    dalam Undang-Undang  Pertanahan  Indonesia   pun,
               haruslah  bersifat menerjemahkan  filosofi  Hukum  Pertanahan
               Adat  yang  telah  diwujudkan dalam  Pancasila,  dengan acuan
               hukum  dasar konstitusional  Negara  yaitu UUD 1945. Maka
   353   354   355   356   357   358   359   360   361   362   363