Page 356 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 356
BAB X
EPILOG
Penyusunan Undang-Undang Pertanahan Indonesia haruslah
dilandaskan pada dasar teori kepemilikan yang bersumber pada
filosofi Bangsa dan Negara Indonesia. Satu filosofi, yang diabstraksi
dari alam pikiran masyarakat Indonesia seperti tercermin dalam
filosofi Hukum Pertanahan Adat Indonesia (beschikkingsrecht) yang
diterjemahkan dan dirumuskan secara kontemporer menjadi
Pancasila, sehingga mencerminkan tuntutan rasa keadilan
masyarakat Indonesia, yang setelah proklamasi kemerdekaan
17 Agustus 1945, menjadi berstatus hukum Warga Negara
Indonesia (WNI). Penggunaan filosofi Bangsa dan Negara yang
diterjemahkan ke dalam norma-norma dasar dalam Undang-
Undang Pertanahan, diperlukan agar undang-undang itu dapat
menjadi payung hukum bagi penegakkan hukum pertanahan dan
hubungan keagrariaan Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan
dan berlakunya UUD 1945. Untuk itu, teori kepemilikan hak
milik ‘eigendom’ BW/KUHPInd. dan teori hubungan keagrariaan
Belanda ‘domeinverklaring’ yang ditegakkan di Indonesia sejak
VOC hingga kini setelah 67 tahun kemerdekaan Indonesia, harus
dihapus dan digantikan dengan teori kepemilikan ‘de facto-de jure’
atau teori ‘anggapan-nyata-hukum’.
Hapusnya teori kepemilikan ‘eigendom’ privat dan
‘domeinverklaring’ Negara itu sangat penting dan mendasar, karena
sumber dasar filosofi serta tujuan penegakkannya bersumber pada
teori kepemilikan hak keperdataan Belanda dengan kekuasaan
mengatur atas hubungan keagrariaan Negara Belanda di
Indonesia. Kedua teori itu, hanya bertujuan meningkatkan