Page 351 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 351
324 Herman Soesangobeng
19. Pejabat Pembuat Akta Tanah:
Adapun pejabat hukum yang berwenang mengesahkan
perbuatan hukum, pun dibedakan menjadi dua yaitu
pertama, perbuatan yang bersifat mengalihkan hak dan
menyerahkan tanah; dan kedua, perbuatan untuk mengolah
dan memanfaatkan tanah. Perbuatan pertama, dalam Hukum
Pertanahan Adat (beschikkingsrecht), disebut ‘perjanjian tanah’;
sedangkan bentuk kedua, yang merupakan perjanjian di
bidang keagrariaan, disebut ‘perjanjian yang ada hubungannya
dengan tanah’. Pejabat hukum untuk bentuk perbuatan
hukum pertama, adalah kepala masyarakat hukum dan
pejabat adat, yang dalam hukum adat disebut ‘grond voogd’
14
atau makna hukumnya secara kontemporer dapat disebut
sebagai ‘pemangku kuasa hak atas tanah’. Satu jabatan adat
yang berkuasa dan berwenang mengesahkan perbuatan
hukum perjanjian tanah, sehingga secara kontemporer dalam
peraturan pendaftaran tanah Indonesia disebut ‘Pejabat
Pembuat Akta Tanah’ (PPAT).
19.1. Pejabat PPAT berkewenangan luas dan wajib uji
kebenaran materiil atas dokumen pendukung:
Maka penerjemahan kembali pejabat ‘grond voogd’ adat
secara kontemporer sesuai dengan logika dan paradigma
Hukum Pertanahan Indonesia, adalah sama dengan jabatan
pejabat PPAT. Luasnya jabatan pejabat ‘grond voogd’ yang
meliputi unsur administrasi dan kerohanian bagi kelestarian
lingkungan hidup dalam penggunaan tanah masyarakat itu
dalam Hukum Pertanahan Adat; dapat diterjemahkan dalam
suasana NKRI, menjadi meliputi kewenangan yang lebih luas
dari hanya sekadar membuat surat akta tanah. Perluasan
14 Istilah ‘grond voogd’ atau ada yang menyebutnya ‘grond priest’,
sering diterjemahkan menjadi ‘pendeta tanah’, karena pejabat itu
mengatur dan pengesahan semua perbuatan hukum atas tanah yang
bersifat memperoleh peralihan hak dan penyerahan tanah sebagai benda
tetap. Kewenangan itulah yang oleh Ter Haar, disebut bersifat ‘terang
dan tunai’ dalam perjanjian tanah (grond transkaties).