Page 347 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 347
320 Herman Soesangobeng
filosofi maupun ajaran yang mencerminkan tuntutan
minimal rasa keadilan masyarakat, melalui penafsiran baru
secara kontemporer serta melembagakannya kembali ke
dalam sistim Hukum Nasional Indonesia.
17.1. Hakekat arti lembaga konversi:
Dengan demikian, hakekat ketentuan konversi dalam
UU No. 5/1960 (UUPA), adalah merubah dan menggantikan
beberapa hak-hak Adat maupun Barat/Belanda atas tanah
yang ada sebelum berlakunya UUPA 1960, menjadi salah
satu hak yang diatur dalam Pasal 16 UUPA 1960. Perubahan
dan penggantian itu pun pada hakekatnya merubah serta
menggantikan pranata masyarakat hukum adat, menjadi
masyarakat hukum kenegaraan nasional, walaupun hal itu
tidak dirumuskan secara nyata dan tersurat dalam UU No.
5/1960/UUPA. Maka semua hak perorangan dan masyarakat
hukum adat yang ada sebelum berlakunya Pasal 16 UUPA,
harus diganti baik nama maupun isi haknya seperti yang
dirumuskan dalam jenis-jenis hak menurut UUPA 1960.
Maka status hukum dari semua hak-hak Adat maupun
Barat/Belanda, setelah berlakunya UUPA 1960, karena
hukum (van rechtswege) adalah tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat (ontbinden) secara sah. Jadi ketentuan
konversi UUPA 1960 itu, berfungsi hanya sebagai
peraturan peralihan, dalam hal ini setelah melalui proses
dan prosedur tertentu, baru jenis-jenis hak itu dikukuhkan
kedudukan hukumnya menjadi salah satu jenis hak dalam
Pasal 16 UUPA 1960. Akan tetapi terhadap hak-hak Adat
maupun Barat/Belanda yang disebut dengan tegas dalam
pasal-pasal I, III dan V, secara otomatis diubah menjadi ‘hak
milik’, ‘hak pakai’, ‘hak guna usaha’, ataupun ‘hak guna
bangunan’. Perubahan mana, baru berlaku efektif, setelah
melalui proses dan prosedur administrasi pertanahan tertentu
serta pembukuan hak barunya.
Dalam hal ini, ketentuan konversi UUPA 1960,