Page 349 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 349

322     Herman Soesangobeng

                 perumahan rakyat, maka status adat ‘tanah pangonan’
                 diputuskan  Pemerintah  dengan  pertimbangan  keadaan
                 kehidupan  masyarakat yang sudah tidak  tidak  bergantung
                 pada ketersediaan ‘tanah pangonan’ untuk menggembalakan
                 ternaknya. Lalu melalui musyawarah mupakat dengan warga
                 masyarakat desa setempat, ‘tanah pangonan’ desa itu diubah
                 menjadi tanah perumahan.
                    Hakekat  metode  lembaga  ‘membawa  ke  dalam
                 pengaruh Hukum Pertanahan Nasional’ adalah keputusan
                 pemberlakuan ketentuan hukum pertanahan dan keagrariaan
                 nasional, dilakukan secara kasuistis dengan pertimbangan
                 kebutuhan masyarakat dan melalui musyarawah-mupakat
                 langsung dengan persetujuan  warga masyarakat  desa atau
                 adat setempat.
                    Demikian pula, ketika WNI atau warga masrakat hukum
                 adat pemegang hak milik  ‘de facto in concreto’  atas  tanah  adat,
                 ingin  mendaftarkan  haknya menjadi hak milik atau hak pakai
                 ‘de  jure’,  maka otomatis demi  hukum  tanah adat berubah
                 menjadi tanah dengan hak kepemilikan ‘de jure’. Dengan lain
                 perkataan,   pemberlakuan   hak-hak   baru  menurut   Hukum
                 Pertanahan Nasional, dilakukan melalui pendaftaran hak atas
                 tanah. Demikian pula terhadap  perbuatan  bagi  pengesahan
                 hubungan  hukum  atas  tanah  pun, harus dilakukan sesuai
                 dengan ketentuan Hukum Pertanahan Nasional.

            18.  Perbuatan hukum:
                    Ketika warga masyarakat hukum yang sudah menjadi
                 WNI hendak melakukan   suatu  perbuatan   hukum   misalnya
                 jual   beli   tanah,   mereka diharuskan melakukannya sesuai
                 dengan ketentuan hukum Negara yaitu dengan akta jual beli
                 (AJB) oleh pejabat PPAT. Untuk itu, hubungan hukum yang
                 disahkan, tidak boleh dilakukan dengan bentuk ‘persetujuan
                 perjanjian jual  beli’  (PPJB)  atau  ‘akta persetujuan  jual
                 beli’    (APJB),    yang   diciptakan  Notaris.  Karena  filosofi
                 hukum  pertanahan dan  keagrariaan  adat,  tidak  mengenal
   344   345   346   347   348   349   350   351   352   353   354