Page 348 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 348

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     321


                    samasekali tidak menyebut dan mengatur masalah perubahan
                    kedudukan  hukum  ataupun pergantian nama  masyarakat
                    hukum  adat.  Sekalipun  UUPA 1960  dalam ketetapan
                    Ketiga, menetapkan perlunya diadakan perubahan struktur
                    masyarakat desa, bagi  pelaksanaan  UUPA  1960,  namun
                    ketentuan  itu  tidak  menegaskan apakah yang dimaksudkan,
                    adalah masyarakat desa sebagai persekutuan  hukum  adat
                    (rechtsgemeenschappen) ataukah  sistim  pemerintahannya.
                    Kemudian, setelah diberlakukannya Undang-Undang tentang
                    Pemerintahan Desa, maka dapat ditafsirkan bahwa perintah
                    ketentuan UUPA 1960  itu ditafsirkan melalui perubahan
                    struktur pemerintahan desa adalah cara untuk melaksanakan
                    ketentuan-ketentuan  agraria yang dimaksudkan  dalam
                    UU No. 5/1960 (UUPA 1960). Satu pendekatan dan cara
                    penegakkan hukum yang terbukti  gagal, sehingga harus
                    diubah  dengan  undang-undang pemerintahan  desa  baru;
                    namun,  tetap  saja masalah perubahan masyarakat  hukum
                    sebagai persekutuan adat, tidak disentuh pengaturannya.

                   17.2.  Makna lembaga  ‘membawa  ke dalam  pengaruh
                          Hukum Pertanahan Nasional’:
                       Sebaliknya melalui lembaga ‘membawa  ke dalam
                    pengaruh Hukum Pertanahan Nasional’, maka baik
                    masyarakat hukum adat maupun hak-hak adat atas tanahnya
                    tetap  diakui  tanpa  diubah.  Keberadaan  masyarakat  dan
                    hak-hak tanahnya, tetap dibiarkan berlaku hanya dalam
                    lingkungan adat masyarakat hukum yang bersangkutan saja.
                    Akan tetapi ketika tanah dalam lingkungan masyarakat adat,
                    akan digunakan serta dimanfaatkan oleh WNI, baik sebagai
                    orang dalam arti pribadi individu maupun badan korporasi,
                    maka lembaga adat itu perlu diatur sesuai dengan ketentuan
                    hukum  pertanahan dan  keagrariaan   nasional.  Sebagai
                    contoh  misalnya,  penggunaan  tanah dengan lembaga adat
                    ‘tanah pangonan’ untuk penggembalaan ternak. Ketika area
                    ‘tanah  pangonan’  akan  digunakan  untuk  pembangunan
   343   344   345   346   347   348   349   350   351   352   353