Page 44 - Permasalahan Sektoralisme Kelembagaan Agraria di Indonesia
P. 44
2. Ketidaktuntasan Penjabaran UUPA 1960
Masalah sektoralisasi kelembagaan agraria di Indonesia,
ternyata tidak hanya berkaitan dengan kepentingan ekonomi dan
politik semata, tapi juga terkait dengan ketidaktuntasan atau kurang
komprehensifnya ketentuan-ketentuan pokok yang ada dalam UUPA
1960. Dimana kelahiran UUPA yang seyogyanya adalah bertujuan
untuk menjabarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ternyata lebih banyak
memberikan titik tekan pada pengaturan yang lebih banyak pada
masalah tanah. Sedangkan untuk objek lainnya, seperti air, ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tidak diberi
titik tekan yang sama seperti masalah tanah, atau dapat dikatakan
kurang begitu jelas pengaturannya sebagaimana masalah tanah.
44
Oleh karena itu, guna menjabarkan Pasal 33 ayat (3) di atas dan/
atau dalam rangka mengejar agenda pembangunan yang menjadi misi
dan idiologi dari rezim Orde Baru yaitu ekploitasi sumber daya hutan,
tanah dan tambang yang tersedia di tanah negara, maka dibuatlah tiga
UU yang menjadi landasan hukum bagi pengaturan dan pengelolaan
masing-masing bidang sumber daya agraria tersebut. Problematiknya
adalah, seperti disebut di atas, pembangunan hukum masing-masing
bidang sumber daya agraria tersebut sama sekali tidak mengacu
pada UUPA, melainkan didasarkan pada pola pikir dan kepentingan
berbeda yang dikembangkan oleh masing-masing instansi yang
diberikan kewenangan khusus oleh negara. Argumen ini sebagaimana
di diungkapkan Maria S.W. Sumarjono berikut.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut terjadi karena UUPA
memang tidak tuntas dalam melakukan pengaturan tentang
sumber daya alam (SDA). Secara politis dan juridis, UUPA
dimaksudkan untuk menjabarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang
mengisyaratkan bahwa objek yang seharusnya diatur meliputi
bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Namun, ternyata bahwa UUPA sendiri menunjukkan
adanya ketidakselarasan antara wadah dan prinsip-prinsipnya
44 Maria S.W. Sumardjono. 2004. Op.cit., Hlm. 2.
Kelembagaan Agraria 35