Page 24 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 24
Sertifikat tanah menjadi sangat penting karena berhubungan
dengan legitimasi kepemilikan seseorang atau badan usaha terhadap
sebidang tanah yang diakui atau disebutkan di dalamnya. Sertifikat
dapat mencegah terjadinya konflik kepemilikan antara individu, antara
individu dengan badan usaha, atau diantara badan usaha sendiri.
Selain itu, sertifikat dapat berguna untuk mendapatkan akses terhadap
permodalan atau kredit usaha dari bank, sehingga sebuah rumah
tangga atau keluarga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonominya
dengan permodalan usaha yang ada. Melalui sertifikat, kesejahteraan
keluarga baik suami ataupun istri beserta anak-anaknya dapat terjamin
dalam kehidupannya di masa kini dan masa yang akan datang. Urgensi
sertifikat atas kepemilikan tanah seseorang, khususnya bagi rumah
tangga miskin di pedesaan telah direspon baik oleh pemerintah. Selama
tiga tahun (2014-2017) pada periode presiden Joko Widodo, berdasarkan
Buku Realisasi Kegiatan Legalisasi Aset dan Redistribusi Tanah Tahun
2015- 2017 dan BPN, sampai saat ini (Agustus 2017), pemerintah sudah
menyerahkan 2.889.993 sertifikat tanah bagi keluarga-keluarga di
berbagai pedesaan seluruh Indonesia. Dalam tahun 2018, pemerintah
meningkatkan target sertifikat yang akan dibagikan kepada masyarakat
menjadi 7 juta bahkan pada tahun 2019 pemerintah menargetkan untuk
menerbitkan 9 juta sertifikat kepada rumah tangga di pedesaan seluruh
Indonesia (K ran Sindo, 23 September 2017).
Sayangnya, dari implementasi program di atas, ada pertanyaan
cukup krusial mengapa kelompok perempuan sangat sedikit mengakses
kepemilikan tanah dalam bentuk pencantuman nama diri dalam lembar
sertifikat tanah? Apakah ada faktor kultural dibalik proses formalitas
kepemilikan tanah tersebut? Identifikasi persoalan dan faktor-faktor
kutural penyebab sebenarnya dapat membuka kenyataan bahwa
falsafah kehidupan masyarakat dan sistem patriakhi yang berlaku di
dalamnya sangat memberikan pengaruh signifikan bagi keterbatasan
kaum perempuan dalam proses sertifikasi tanahnya. Dalam kapasitas
seperti ini, kerentanan mereka tidak hanya didasarkan oleh faktor-
faktor struktural kemiskinan, seperti rendahnya pendidikan, sulitnya
4