Page 222 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 222

disebut “Pagang Gadai” (Gadai). Kalau diselidiki benar lembaga pagang
                gadai ini di Sumatera Barat, menurut adatnya, merupakan suatu lembaga
                sosial yang dapat membantu anggota masyarakat hukum adat yang
                mempunyai tanah itu dalam memenuhi kebutuhannya, terutama untuk
                kepentingan yang sifatnya prinsipil, seperti apa yang disebut dalam adat :

                a.   Gadih gadang indak balaki;
                b.   Rumah gadang katirisan;

                c.   Membangkit batang tarandam;
                d.   Mayat terbujur di atas rumah.
                     Dalam hal seperti inilah tanah/sawah dapat digadaikan. Tempat
                menggadai juga tidak sembarangan tetapi kepada orang yang masih ada
                hubungan kerabat dengan pemilik tanah. Karena, berkenaan dengan
                prinsipil itu, gadai boleh dilakukan, maka tenggang waktu gadai yang
                menurut kebiasaan hanya 2 tahun ke 3, boleh ditebus kadang-kadang
                sampai bertahun-tahun; ada juga gadai yang dinamakan gadai selama
                “gagak hitam”. Gadai seperti ini biasanya terjadi karena yang mengambil
                gadai itu misalnya anak pisang (anak dari seorang kemenakan).

                     Tanah yang digadaikan itu harus ditebus lebih dahulu, baru
                bisa kembali kepada si pemilik, untuk itu ada pepatah Minang yang
                mengatakan: “Jua bapalalu, gadai batabuih”, artinya kalau dijual memang
                harta yang dijual itu tidak akan kembali lagi, tapi kalau digadaikan harta
                itu dapat kembali lagi kalau sudah ditebus. Begitu pula uang gadai
                tersebut pada umumnya sangat tinggi dibandingkan dengan harta yang
                sebenamya.
                     Berhubungan dengan berlakunya Undang-Undang No.56
                Prp.1960 dimana pasal 7-nya mengatakan bahwa “gadai yang sudah
                berlangsung 7 tahun harus dikembalikan kepada pemilik tanpa tebus”
                timbul suatu masalah.
                     Sebagaimana sudah disebutkan tadi gadai itu berhubungan dengan
                soal-soal prinsipil, maka ketentuan pasal 7 tersebut tidak diterima dalam
                masyarakat Sumatera Barat dan kalau dipaksakan dapat menimbulkan
                huru-hara dalam masyarakat. Hal ini pemah terjadi di waktu PKI



                                           187
   217   218   219   220   221   222   223   224   225   226   227