Page 219 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 219

Sejak berlakunya UUPA semua hak-hak hukum barat atas tanah
                dikonversi dengan salah satu hak yang sesuai dengan hak yang diatur
                dalam UUPA dan dengan tegas pula dinyatakan bahwa hukum yang
                berlaku atas tanah adalah hukum adat dan tidak ada hukum lain yang
                berlaku atas tanah.

            4.  Berdasarkan peraturan pemerintah No.10  Tahun 1961 tanggal 23
                Maret 1961 tentang Pendaftaran Tanah jo. PMDN 16, tahun 1975,
                pemerintah akan menyelenggarakan pendaftaran tanah secara lengkap,
                dengan  perkataan lain akan menentukan  luas,  menegaskan  dan  atau
                memberikan hak serta menerbitkan sertifikat untuk setiap persil tanah
                di seluruh Indonesia. Sesuai dengan kemampuan keuangan Pemerintah
                dan peralatan serta tenaga yang tersedia, maka untuk daerah Sumatera
                Barat baru sebagian kecil sekali yang telah dipetakan serta dikeluarkan
                sertifikatnya.
                     Dengan dilaksanakan PP No.10 tahun 1961 di Sumatera Barat
                berarti mulai saat itu  tidak  ada  lagi dualisme  hukum  pertanahan di
                Sumatera Barat. Sehubungan dengan IPEDA, ialah jika tanah-tanah
                tersebut telah jelas letak, penggunaan dan luasnya maka pengenaan
                IPEDA atas tanah tersebut sudah sebagaimana mestinya, bukan lagi
                berdasarkan perkiraan saja.

            5.  Masalah Pewarisan Tanah Hukum Adat/Agama
                Sebagaimana diketahui sistem kekeluargaan di Sumatera Barat konkritnya
                Minangkabau, adalah menurut garis keibuan (matrilineal). Konsekuensi
                dari sistem kekeluargaan ini, harta pusaka jatuh kepada kemenakan atau
                keturunan menurut ibu.
                     Dengan demikian keturunan dari seorang kemenakan yang laki-
                laki tidak mendapat waris dari ayahnya, (prinsipnya memang demikian).
                Karena, hukum adat itu tumbuh dan berkembang dalam hal-haI yang
                mengenai keduniawian, maka mengenai harta pusaka Minang itu juga
                demikian dengan pembagian harta pusaka dalam dua jenis, yaitu:

                a.   Harta pusaka tinggi tetap diwarisi oleh kemenakan;
                b.  Harta pusaka rendah yaitu harta yang diperdapat suami isteri selama



                                           184
   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223   224