Page 255 - Mozaik Rupa Agraria
P. 255
alat tangkap, sebuah bubu warin dengan panjang 10 meter bisa
menghabiskan dana lebih dari satu juta rupiah. Nelayan yang
tidak ikut cabut undi atau tidak mendapatkan sungai undian
hanya bisa menangkap ikan di sungai-sungai yang tidak diundi,
di danau, atau di Sungai Kapuas dengan persediaan ikan yang
semakin sedikit seiring overfishing dan pencemaran yang terjadi.
Untuk mengelola sungai, terutama di daerah Penepian yang
besar-besar, para nelayan biasanya memakai bubu warin atau
jermal. Kalau pun nelayan mendapat undian, mereka masih harus
mengeluarkan modal lagi sekitar 4-5 juta rupiah untuk membuat
jermal dengan panjang 70 meter, lebar 9 meter, dan tinggi 9 meter.
Untuk sungai yang lebih kecil, alat yang paling menguntungkan
adalah dengan memasang bubu warin. Untuk membuat bubu
sepanjang 15 meter, uang yang dibutuhkan sekitar satu juta rupiah.
Semakin besar sungai, semakin besar pula modal alat yang
dibutuhkan. Agar uang yang dikeluarkan tidak terlampau besar
biasanya beberapa nelayan kungsi (kerja sama) dengan sistem
bagi hasil. Biasanya yang diajak kungsi masih memiliki hubungan
kerabat atau teman dekat. Bentuk kerja samanya bisa berupa
uang untuk modal undian ataupun alat tangkap, tergantung
kesepakatan.
Akses yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok cenderung
untuk dikontrol dan dipertahankan. Pemertahanan akses
berkenaan dengan upaya untuk menjaga agar akses tetap terbuka
dengan mengeluarkan sumberdaya dan kekuatan yang dimilikinya.
Dalam hal ini, nelayan yang ikut cabut undi kebanyakan adalah
nelayan yang punya modal dari mengelola sungai hasil cabut undi
sebelumnya. Karena merasakan keuntungan yang didapat dari
sungai-sungai khusus itu mereka cenderung ingin mengelolanya
kembali. Dengan berbagai cara, Wa Obi harus mendapatkan
sungai-sungai yang pernah dikerjakannya selama ini. Karena
242 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang