Page 283 - Mozaik Rupa Agraria
P. 283
Pertama, saya pernah meraba lukisan kapal pada kanvas.
Menurut saya tidak ada apa-apa di kanvas itu. Hanya rata saja.
Saya juga pernah hadir di pameran seni rupa. Sayangnya karya
seninya tidak boleh disentuh, katanya agar keindahannya terjaga.
Sewaktu di candi Borobudur, saya meraba relief. Tapi masih
bingung, belum mengenali bentuknya.
Saya baru mengenal bentuk segi tiga, segi empat, dan
lingkaran. Bentuk kotak, bola, dan tabung seperti botol masih
bisa saya kenali.
Kedua, dengar-dengar masih jarang tuna netra membuat
karya seni rupa. Tentunya karena seni rupa membutuhkan
kemampuan melihat.
Saya tidak bisa melihat, tetapi saya masih bisa mendengar,
membaui, mencecap, dan meraba. Apa mungkin seni rupa dibikin
dan dinikmati dengan kemampuan saya?
Ketiga, seni bisa menjadi sarana saya mengungkapkan
perasaan, pemikiran, dan pengalaman saya sebagai tuna netra.
Akhirnya saya berpameran untuk pertama kali 15 Juni sampai
15 Juli 2022 di Indonesian Visual Art Archive Yogyakarta.
Semasa saya kecil, saya tidak merasa berbeda dengan orang
lain. Saya kira setiap orang seperti saya, kalau jalan meraba-raba.
Masa kecil saya menyenangkan. Saya bebas bermain,
berlarian. Terkadang digandeng teman saya, bahkan saya naik
sepeda dan tercebur kali. Sakit tapi asyik.
Saya waktu itu bercita-cita menjadi pembalap. Mendengar
orang cerita balap motor dan mendengar sendiri raungan mesin,
saya yakin mampu jadi pembalap. Namun cita-cita itu kandas
sebelum dimulai.
270 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang