Page 287 - Mozaik Rupa Agraria
P. 287
Benar bahwa saya butuh tongkat, HP dan keterampilan hidup,
tetapi saya lebih butuh pemberdayaan agar manajemen usaha saya
baik dan rejeki lancar, dan akhirnya saya bisa membantu sesama.
Setidaknya melalui seni raba, keadaan dan kebutuhan tuna
netra bisa dipahami pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
Agar maksud baik benar-benar tepat sasaran, bukan menghambur-
hamburkan anggaran.
Tetapi, saya mensyukuri keadaan saya.
Tetangga saya, biasa disapa Dodot, katanya disabilitas mental.
Dia anak tunggal dan usainya lebih tua dari saya. Orang tuanya
tinggal seorang ibu. Beruntung Dodot tinggal di rumah ibunya
sendiri, di tanah ibunya sendiri.
Tapi Dodot tidak ber-KTP. Katanya dia takut bertemu orang
baru. Ibunya semakin renta. Katanya Dodot hanya bisa makan
dan menimba air. Dia belum pernah bekerja dan mendapat upah.
Jika ibunya wafat, tanpa KTP, siapa yang akan mengurusnya?
Tanpa KTP artinya dia tidak bisa mewarisi tanah dan rumah
ibunya. Kalaupun punya KTP, dia tidak bisa mengurus warisannya
untuk hidup. Apakah orang-orang yang tidak mempunyai KTP
akan terabaikan negara?
Saya beruntung punya KTP. Saya punya hak atas warisan ibu
saya, meski kenyataannya saya tidak tahu apakah rumah yang
saya tempati bersama saudara saya juga atas nama saya? Saudara-
saudara saya sudah mendapat bagian warisannya, namun karena
saya dianggap tidak mampu, mungkin saya tidak diberi hak saya.
Saya belum pernah menanyakan hal ini.
Namun, saya membayangkan, andai saya punya sertipikat
tanah, bagaimana saya bisa tahu informasi yang ada di dalamnya
274 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang