Page 151 - Kembali ke Agraria
P. 151
Usep Setiawan
melalui Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sejumlah pasal da-
lam UUPA masih layak untuk dipertahankan. Memang ada bebe-
rapa pasal yang perlu diamandemen dengan sifat penambahan dan
penyempurnaan substansi maupun redaksional. Dalam kajian KPA
terhadap UUPA, dengan tidak mengutak-atik bagian “mengingat’
dan “menimbang” serta bagian akhir yang mengatur tentang “pera-
lihan”, setidaknya terdapat 29 pasal yang layak dipertahankan apa
adanya, 22 pasal yang disempurnakan, dan ada dua usulan penam-
bahan bab.
Keseluruhan usaha revisi UUPA yang diusulkan KPA (sejak tahun
1995) tidaklah sama sekali bermaksud untuk merombak total isi dan
struktur, apalagi menggantinya dengan sebuah RUU yang baru. Dalam
pandangan KPA, menyempurnakan UUPA sama artinya dengan
membuat suatu UU yang sudah baik menjadi semakin baik.
Penyempurnaan UUPA mengandung makna menambah baik isi UUPA.
Jasmerah
Di sinilah letak perbedaan pandangan antara KPA dengan BPN
dalam memaknai tugas penyempurnaan UUPA yang tercantum
dalam Keppres 34/2003. Sekalipun akhir-akhir ini (setelah reformasi)
KPA dikenal “cukup dekat” dengan para petinggi BPN, namun pada
titik ini jelas KPA berseberangan dengan BPN. Menariknya, jika kubu
penyusun RUU Sumberdaya Agraria “hanya” didukung oleh Univer-
sitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang “dipimpin” Prof. Maria
S.W. Soemardjono, sementara pakar agraria berpengaruh yang
sependirian dengan pro-amandemen UUPA cukup banyak, sebut saja
Prof. Boedi Harsono dan Prof. Arie Sukanti (Universitas Trisakti),
Prof. Ahmad Sodiki (Universitas Brawijaya), Prof. Sediono M.P.
Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi (IPB).
Hemat penulis, penggantian UUPA secara total dan kemudian
digantikan oleh RUU Sumberdaya Agraria merupakan tindakan yang
dapat dikategorikan sebagai sikap yang “melupakan sejarah”.
Terngiang di telinga sepatah pesan dari pendiri negeri, “jasmerah:
132