Page 155 - Kembali ke Agraria
P. 155

Usep Setiawan

            UU itu misalnya tentang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi,
            Pengairan, Pemerintah Desa, Perikanan, Konservasi, dan Lingkungan
            Hidup, dan lain-lain.


            Yang memeras kekayaan alam
                Beberapa UU bahkan sudah diperbaharui dengan tetap meme-
            lihara semangat memfasilitasi eksploitasi dengan investasi skala
            besar, ketimbang membela rakyat banyak dan lingkungan hidup.
                Belum lama ini (2003-2004), penguasa telah mengesahkan UU
            Perkebunan, UU Sumberdaya Air, dan UU Pertambangan di Kawasan
            Lindung, UU Perikanan, dan sebagainya. Baik substansi maupun
            praktik implementasinya di lapangan, sebagian besar produk hukum
            di atas telah menjadi alat pembenar bagi upaya “pembangunan”
            yang memeras kekayaan alam.
                Hingga saat ini, Presiden dan DPR belum mengkaji ulang pera-
            turan perundang-undangan yang ada. Padahal mandat untuk itu
            sudah tertuang dalam Tap MPR No. IX/2001. Pemerintah juga belum
            mencabut, mengubah atau mengganti peraturan perundang-un-
            dangan yang tidak sejalan dengan Tap MPR ini. Presiden juga tak
            pernah mengeluarkan kebijakan yang mempersiapkan pelaksanaan
            pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.
                Singkatnya, pemerintahan produk reformasi belum melaksana-
            kan mandat “wakil rakyat” untuk memperbaiki kebijakan di bidang
            pertanahan dan kekayaan alam lainnya. Ketimpangan penguasaan
            tanah dan kekayaan alam masih terjadi. Mayoritas penduduk mengu-
            asai sedikit, sementara kaum pemodal besar (yang minoritas) mengu-
            asai secara melimpah ruah.


            Petani tak bertanah

                Di sektor pertanian, berdasarkan perbandingan hasil empat kali
            Sensus Pertanian (SP) diketahui bahwa rata-rata penguasaan tanah
            oleh petani di Indonesia terus menurun, dari 1,05 hektar (1963) men-
            jadi 0,99 hektar (1973), lalu turun menjadi 0,90 hektar (1983) dan

            136
   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160