Page 202 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 202
Integrasi “Reforma Agraria” dengan Rencana Pembangunan Wilayah dan Pengentasan Kemiskinan
lahan redist agar lebih produktif, sebagai bekal anak cucu kelak
33
dikemudian hari . Namun demikian, perjuangan keras dan gigih
selama kurang lebih 30 tahun, adalah satu prestasi dan pengalaman
yang tidak sederhana dan patut menjadi cermin.
c. Kesempatan Integrasi
Berdasarkan hasil kajian di Tasikmalaya dan Blitar, secara konseptual
beberapa hal berikut dapat menjadi pintu masuk yang tersedia
untuk usaha pengintegrasian. Pertama, memulai ekperimentasi
untuk menyusun proses kebijakan bersama (integrative policy
processes) untuk satu program tertentu yang memiliki kesamaan
substansi, dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoringnya. Sebab
kondisi-kondisi yang melatarbelakangi diskoneksitas pelaksanaa
RA dan kebijakan pengembangan wilayah dan inisiatif rakyat,
bukan hanya pada persolan menejemen administratif, skema
pembiayaan dan teknis pelaksanaan di lapangan yang memang
sejak awal telah memiliki track yang berbeda dan sendiri-sendiri.
Lebih dari itu dalam keseluruhan substansi policy process nampak
33. Gerakan land reform Wong Persil, belum mendapatkan jalur acces
reform-nya untuk menggenapi perjuangan mereka. Sehingga tak heran jika
sebagain warga terpaksa melepas lahan mereka karena ketidakmampuan untuk
mengelola lahan mereka secara produktif dan akhirnya terjerat kebutuhan-
kebutuhan prioritas. Baik yang sistemik maupun accidental. Hasil penelitian
Pinky (2007) di kasus yang sama menunjukkan bahwa land reform by leverage
masih membutuhkan kerja multi pihak hingga sampai mewujudkan keadilan
agraria. Dengan kata lain keberhasilan gerakan pendudukan tanah, baik karena
inisiatif sendiri maupun beresama-sama dengan organisasi non pemerintah
tidak otomatis bergaris sejajar dengan peningkatan tingkat kesejahteraan
para pejuangnya. Perlu lebih jauh diintegrasikan dengan kebijakan lain
terkait dengan pertanahan, baik dari pemerintah daerah maupun badan
otoritas pertanahan (BPN). Pinky Chysantini, Berawal dari Tanah; Melihat
Ke dalam Pendudukan Tanah, (AKATIGA; Bandung, 2007)
— 183 —